Jakarta, Gatra.com - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh menyatakan produk jus anggur bermerk 'Nabidz' haram. Sebelumnya, produk jus anggur tersebut kerap dikenal dengan sebutan 'wine halal'.
“Komisi Fatwa telah mendapatkan informasi dari tiga uji laboratorium berbeda yang kredibel terkait dengan produk Nabidz, dari ketiga hasil uji lab tersebut diketahui bahwa kadar alkohol pada produk Nabidz cukup tinggi, maka haram dikonsumsi muslim, ” ungkap Asrorun Niam Sholeh dalam keterangannya, dikutip pada Rabu (23/8).
Asrorun menyatakan, temuan itu menunjukkan bahwa ada permasalahan pada proses pemberian sertifikasi halal kepada produk jus anggur tersebut. Adapun, sertifikasi halal tersebut dikeluarkan oleh pihak Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Asrorun pun menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah memberikan sertifikasi halal kepada 'Nabidz' karena dinilai menyalahi pedoman dan standar halal MUI. Oleh karena itu, ia menyatakan pihaknya tidak bertanggung jawab atas penerbitan sertifikasi halal yang diberikan pada 'Nabidz'.
"MUI tidak menetapkan kehalalan produk yang menggunakan nama yang terasosiasi dengan yang haram. Hal ini termasuk dalam hal rasa, aroma, dan kemasan seperti wine. Apalagi jika prosesnya melibatkan fermentasi anggur dengan ragi, persis seperti pembuatan wine,” kata Asrorun Niam.
Asrorun menjelaskan, Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Halal menyebutkan empat kriteria penggunaan nama dan bahan.
Empat kriteria tersebut yakni:
1. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan dan atau minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.
2. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.
3. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavour dan lain-lain.
4. Tidak boleh mengkonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer dan lain-lain.
Di samping itu, Asrorun juga menyatakan adanya Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang mengandung Alkohol/Etanol. Fatwa itu menyebutkan bahwa minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah minuman yang mengandung alkohol/etanol (C2H5OH) minuman 0.5 persen.
“Melihat dari dua fatwa tersebut, berarti ada persyaratan yang tidak terpenuhi pada produk 'Nabidz'. Pertama, terkait dengan bentuk kemasan dan sensori produk. Kedua, produk minuman telah melalui serangkaian proses sehingga diperlukan uji etanol. Oleh karenanya, produk seperti ini seharusnya tidak bisa disertifikasi melalui jalur self declare,” jelasnya.