Semarang, Gatra.com - Maraknya paktik money politics atau politik uang dalam pesta demokrasi pemilihan umum (Pemilu) di Indonesia, dinilai karena adanya fenomena di masyarakat yang menganggap kewajaran.
Menurut akademisi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Dr Fitriyah, masyarakat menganggap wajar politik uang karena sebagai pemimpin harus royal memberikan uang kepada rakyat.
“Politik uang dalam Pemilu dianggap wajar, artinya masyarakat melihat bukan pelanggaran. Kalaupun tahu pelanggaran ya, tau sama tau saja,” katanya pada diskusi Sosialisasi Pengawasan Pemilu Partisipatif “Diseminasi Indeks Kerawanan Pemilu Isu Strategis Politik Uang di Jateng” yang dilaksanakan Bawaslu Jawa Tengah (Jateng), di Hotel Grand Candi Kota Semarang, Senin (25/9).
Lebih lanjut Fitriyah menyatakan, berdasarkan studi yang dilakukan terhadap praktik politik uang juga dipicu karena adanya pemikiran kalau orang memberi uang itu baik, apalagi dilakukan pemimpin.
Karena dalam konsep agama, simbol orang baik itu, mereka yang memberikan sedekah uang kepada orang lain.
“Pandangan ini kemudian digunakan untuk mengaburkan konteks politik uang yang diatur dalam aturan pemilu karena dipahami masyarakat ada orang baik memberi sesuatu,” ujarnya.
Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jateng, ini menambahkan untuk memutus money politics dalam Pemilu perlu adanya penguatan regulasi untuk menghalangi kandidat menggunakan strategi politik uang.
Serta pendidikan kepada masyarakat mengenai bahayanya politik uang, mesti diintensifkan dengan melibatkan banyak sektor sampai tokoh masyarakat.
Fitriyah mendukung program desa anti politik uang yang digalakan Bawaslu, karena masyarakat diberikan pemahaman dengan cara yang sederhana untuk malu menerima uang dengan tujuan memenangkan salah satu calon dalam Pemilu.
Kesempatan yang sama, Koordinasi Provinsi Akademi Pemilu dan Demokrasi Jateng, Anik Sholihatun menyatakan, Provinsi Jateng, masuk kategori rawan sedang dalam politik uang bersama 29 provinsi lain di Indonesia.
Sedangkan beberapa kabupaten dan kota di Jateng seperti, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang, dan Kota Semarang masuk kategori rawan tinggi politik uang.
“Pada Pemilu 2019 lalu Bawaslu Jateng, menemukan limas kasus pidana politik uang di Semarang, Boyolali, Wonogiri, Purworejo, dan Pekalongan,” ujarnya.
Menurut Anik, langkah strategis untuk menuntaskan politik uang dengan memutus rantai politik yakni mengajak keluarga untuk menolak uang.
“Dari keluarga kemudian kepada kerabat dan tetangga. kalau semua menolak politik uang bisa selesai,” katanya.
Semantara, anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty menyatakan, pihaknya telah mengeluarkan sebanyak 10 ribu lebih surat imbauan pencegahan terjadinya pelanggaran, termasuk politik uang pada Pemilu 2024.
Imbauan disampaikan kepada peserta Pemilu 2024, penyelenggara pemilu, hingga mitra-mitra strategis seperti Polisi dan TNI.