Home Apa Siapa Hamba Sang Maha Cahaya, Kisah Perjalanan Hidup Ary Ginanjar Agustian

Hamba Sang Maha Cahaya, Kisah Perjalanan Hidup Ary Ginanjar Agustian

Jakarta, Gatra.com - Soft launching buku biografi Founder ESQ Group, Ary Ginanjar Agustian berjudul “Hamba Sang Maha Cahaya” digelar di Main Stage Indonesia International Book Fair (IIBF) Hal 1 ICE BSD, Jumat (29/9).

Dalam kesempatan ini, penulis buku tersebut Ahmad Fuadi menyatakan cerita hidup Ary Ginanjar Agustian memiliki keunikan tersendiri dalam menghadapi badai kehidupan ke badai yang lain, dari satu krisis ke krisis lainnya.

“Semua orang pasti mengalami, tapi yang berbeda Pak Ary menemukan cara menjinakkan topan badai, cara belajar dari krisis dengan keunikan-keunikannya dan ketika sampai pada satu titik, saya berpikir apa ya sebetulnya kunci Pak Ary bisa melewati itu yang kemudian teringat sama saya, ini nggak ada yang bisa membantu selain cahaya dari sumber cahaya terbesar sang maha cahaya,” paparnya.

Fuadi menuturkan, ada tiga krisis utama dalam kehidupan sosok Ary Ginanjar Agustian, pertama krisis saat masa kecil, yakni galau saat SD yang mempertanyakan al-Qur'an ini apa, tuhan itu seperti apa, dan lainnya. Kedua, krisis setelah berkeluarga, dan ini krisis juga cukup berat. Ketiga, krisis yang berhubungan dengan ESQ, bisnis, kabar dari semenanjung Malaya yang kalau orang biasa mengalaminya mungkin saja kepalanya remuk dan hatinya hancur tapi di sini ada kekuatan cahaya.

“Menurut saya, sayang sekali ya cerita Pak Ary, itu nggak dituliskan hanya diceritakan, Pak Ary sering bercerita di training ESQ, sangat sayang kalau hanya lewat cerita lisan,” ucapnya.

“Pertama, ini story yang sangat layak untuk dibaca ulang dan kita ambil manfaatnya. Kedua, saya belajar banyak dalam proses ini, belajar banyak langsung dari Pak Ary. Dan ketiga, mudah-mudahan menuliskan ini bisa jadi amal yang bermanfaat, dan bisa jadi ilmu yang bermanfaat yang membawa kebaikan buat kita.” ungkapnya.

Pada kesempatan itu Ary Ginanjar mengatakan bahwa bukunya ini memuat tentang air mata, keresahan anak manusia, pertanyaan yang tidak dijawab, kemudian makna kehidupan, dan tentang kehancuran, serta kejatuhan ketika sendirian.

“Awalnya saya ragu, pertanyaannya apakah saya siap menceritakan hal-hal yang gelap yang selama ini saya sembunyikan, hal-hal yang sangat menyakitkan yang selama ini saya rahasiakan, orang hanya tau permukaan 5 persen, 90 persen kehidupan saya tidak pernah saya ungkapkan,” ujar Ary Ginanjar.

“Apakah benar saya harus menulis buku ini, apakah tepat buku ini saya tulis karena saya ragu, kenapa tidak dirahasiakan saja semua kisah-kisah ini, akhirnya entah bagaimana seperti tertuntun saja,” imbuhnya.

Dalam proses perjalan penulisan buku tersebut, Ary Ginanjar mengungkapkan tidak mudah untuk menggali kisah-kisah dalam hidupnya mulai dari kecil yang sudah termakan oleh waktu, namun penulis Ahmad Fuadi mampu secara presisi mengangkat hal tersebut.

“Kisah perjalanan hidup itu yang tadinya seperti puzzle-puzzle yang berserakan gitu ya, puzzle saya dulu di SD, bahkan puzzle saya ketika dulu di TK, kemudian hobinya memanjat tangga selalu jatuh, naik ke atas genteng, hobinya mencari, ternyata itu semua sebuah proses yang dibuat sedemikian rupa untuk melakukan sebuah perjalanan yang panjang ke depan yang pada akhirnya itu terjawab,” ungkap Ary Ginanjar.

“Ketika menemukan cahaya itu, saya merasa bahwa pencarian sudah selesai, tapi ternyata episodenya berulang lagi dan tidak pernah selesai sampai saya bertemu cahaya yang paling terang, cahaya di atas cahaya itu. Nah itulah yang menjadi perjalanan kehidupan, sehingga siapapun sebenarnya adalah hamba cahaya, cuma ada yang tidak ketemu dan ada yang ketemu, dan buku ini mungkin juga bermanfaat. Pada akhirnya manusia harus mampu menemukan cahaya di balik kegelapan itu,” tambahnya.

Ary Ginanjar juga bercerita, saat bukunya telah rampung Ia tidak mau membacanya, dibiarkan begitu saja, dan hanya diletakkan di atas meja saking engganya untuk membaca karya tersebut.

“Akhirnya saya pergi haji di tahun 2023 kemarin, nah inilah saatnya saya baca buku, jadi saya baca buku dalam perjalanan haji di pesawat saat semua orang tidur karena gelap, saya sendiri baca 10 jam, saya menangis sendirian di pesawat. Dalam buku itu saya bilang kasihan sekali orang ini, saya menangis melihat nasib manusia yang ada di buku itu, saya gak tahan, kok masih hidup itu loh dia dalam perjalanan yang sangat berat,” ungkapnya.

Ary mengungkapkan saat di pesawat dalam perjalanan haji, dirinya membayangkan sambil menangis bagaimana jika Ibu dan Istrinya memiliki anak atau suami yang nasibnya kurang mujur seperti saat itu, biasanya jika membaca buku satu bab sudah ditutup, tidak dengan ini, dari awal sampai akhir dirinya membaca sampai selesai.

“Saya bukan seperti membaca kisah hidup saya, tetapi membaca seseorang yang ada di sana dan sangat mengasihani orang itu, lalu saya bawa ke Padang Arafah saya berdzikir untuk buku ini, tidak sadar saya dzikir 3 jam asmaul husna, saya bacakan supaya buku ini memberi manfaat kepada siapa saja yang membacanya,” terangnya.

434