Tahuna, Gatra.com - Sudah sewindu Program Tol Laut berjalan melayani distribusi barang hingga ke pelosok. Program yang dicetuskan pertama kali oleh Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla di masa kampanyenya pada tahun 2014 itu langsung menjadi program nasional.
Di tahun 2015, program ini digarap Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (DJPL), Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Umum (Ditlala) lewat penugasan kepada PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni).
Tol laut, bertujuan untuk pemerataan ekonomi di seluruh Indonesia. Pasalnya, sudah sejak lama perekonomian Indonesia berpusat hanya di Pulau Jawa. Berpuluh-puluh tahun tidak ada muatan balik dari wilayah luar Pulau Jawa yang tingkat ekonominya rendah seperti kawasan Indonesia Timur.
Di awal operasi, Tol Laut hanya memiliki tiga unit kapal dengan trayek yang berbeda. Ketiga kapal itu adalah KM Caraka Jaya Niaga 111-32 yang melayani rute Pangkalan Distribusi Tanjung Perak -Tual - Fak Fak - Kaimana - Timika. KM Caraka Jaya 111-22 yang melayani rute Tanjung Priok - Bi'ak - Serui - Nabire - Wasior - Manokwari. Terakhir, KM Caraka Jaya 111-4 yang melayani rute Tanjung Priok - Kijang - Natuna.
Selama perjalanannya yang sudah sewindu, Program Tol Laut hadir untuk membangkitkan perdagangan serta membantu masyarakat khususnya di daerah terpencil, tertinggal, terdepan dan perbatasan (3TP). Program ini sudah dirasakan langsung oleh salah satu pengusaha asal Gorontalo, Andang Patilima yang mengatakan bahwa pengiriman barang jadi lebih mudah sejak hadirnya Tol Laut.
"Karena sudah disediakan armada kapalnya. Dulu kita pengiriman barang lewat Bitung dan biaya operasionalnya terlalu tinggi dan terlalu besar. Jadi dengan adanya Tol Laut itu kita masih sangat sangat bersyukur karena mempermudah akses penjualan barang kita," ucapnya saat ditemui oleh GATRA di Tahuna, Kepulauan Sangihe, Senin (26/11).
Manager Penjualan Non Komersial PT PELNI, Achmad Deshariradian Tamzak menjelaskan bahwa Tol Laut emang bertujuan untuk membantu pengusaha-pengusaha kecil. Para pengusaha kecil ini, kerap kali tidak memiliki modal yang cukup, apalagi untuk ongkos pengiriman yang mahal.
"Kalau kita menggunakan tarif-tarif komersil misalnya nggak ada Tol Laut otomatis para pengusaha mesti menyiapkan biaya lagi Rp20 sampai Rp30 juta untuk pengiriman. Dengan adaya Tol Laut biaya dipangkas lebih dari setengahnya sehingga mereka bisa fokus untuk barangnya," tuturnya.
Selain biaya pengiriman yang mahal sebelum adanya Tol Laut, kendala transportasi juga jadi masalah utama para pelaku usaha di Kabupaten Sangihe. Wilayah yang berbatasan dengan Filipina ini, sering kali menyulitkan mobilisasi barang.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Kabupaten Sangihe, Rifai Mahdang pun membenarkan adanya kendala semacam itu. Oleh karenanya, keberadaan Tol Laut sangat membantu mengatasi masalah di wilayah ini. Sejak Tol Laut hadirz ketersediaan stok barang dipastikan selalu ada.
"Kami mengharapkan kiranya program ini tetap ada dan bisa ditingkatkan lagi untuk pelayanannya," ucapnya.
Reporter: Abdul Karim Ambari