Jakarta, Gatra.com – Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Dwi Irianti, mengatakan, sudah banyak proyek hijau yang didanai dari penerbitan Green Sukuk.
Dwi dalam keterangan pers pada Jumat (8/12), menyampaikan, beberapa proyek hijau yang dibiayai atau didanai dari penerbitan Green Sukuk, di antaranya proyek pengolahan sampah Piyungan di Yogyakarta dan panel surya di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel).
“Proyek Perlindungan Pantai Taluda, Bone Bolango, Gorontalo, dan Proyek Light Rail Transit, Palembang, Sumatera Selatan,” katanya.
Ia menjelaskan, Pemerintah Indonesia melalui Kemenkeu menerbitkan Green Sukuk sebagai salah satu instrumen untuk mendukung proyek-proyek hijau yang berkontribusi pada program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta Sustainable Development Goals (SDGs).
Green Sukuk diterbitkan sebagai instrumen investasi guna mendanai proyek-proyek yang bermanfaat bagi lingkungan. Surat berharga syariah ini, terutama digunakan untuk pembiayaan infrastruktur bagi pembangunan berkelanjutan.
“Indonesia menerbitkan Green Sukuk sejak 2018 dan menjadi yang pertama di dunia. Sukuk Negara ini dapat dimanfaatkan untuk membangun perekonomian bangsa dan menciptakan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, Green Sukuk hanya akan mendanai proyek dengan syarat tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Bisa dikatakan ini menjadi salah satu bentuk inovasi pendanaan yang ramah lingkungan.
“Green sukuk juga harus disalurkan dananya pada proyek yang sesuai dengan green framework yang disusun oleh pemerintah,” katanya.
Menurut Dwi, ada lima sektor di Indonesia yang dibiayai dari hasil penerbitan Green Sukuk, yakni transportasi berkelanjutan, energi terbarukan, pengelolaan limbah untuk energi dan lainnya, pertanian berkelanjutan, dan ketahanan terhadap perubahan iklim untuk daerah yang sangat rentan terhadap fenomena tersebut.
Sejak tahun 2018, pemerintah telah berhasil menerbitkan Green Sukuk di pasar global dengan total mencapai US$6 miliar. Sedangkan di pasar domestik, pemerintah menerbitkan Green Sukuk ritel pertama di dunia pada November 2019 dan dijual secara daring kepada investor individu, dengan total penerbitan sampai dengan 2023 mencapai Rp25,2 triliun.
“Pemerintah juga menerbitkan Green Sukuk melalui lelang dengan seri PBSG001 sejak 2022 dengan total sampai dengan saat ini mencapai Rp20,4 triliun,” ujarnya.
Dwi mengungkapkan, masih banyak tantangan dari penerbitan pembiayaan tematik seperti Green Sukuk ini. Salah satunya, masih minimnya kesadaran masyarakat akan produk keuangan baru dan inovatif seperti ini.
“Untuk itu, penerbitkan Green Sukuk ini membutuhkan framework atau kerangka kerja yang jelas. Juga perlu koordinasi yang kuat antarkementerian dan lembaga, dan insentif yang kompetitif agar semakin banyak masyarakat yang tertarik,” katanya.
Dwi menyampaikan, Kemenkeu akan terus meningkatan edukasi tentang Green Sukuk sebagai instumen pendanaan hijau kepada masyarakat. Upaya ini agar masyarakat memhami bahwa Green Sukuk sebagai alat yang efektif dalam mendorong investasi yang berkelanjutan dan membantu mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
“Harapannya, masyarakat dapat ikut berkontribusi melawan perubahan iklim. Masyarakat mempunyai rasa kepemilikan dan tanggung jawab bersama terhadap lingkungan dan proyek-proyek hijau,” katanya.