Jakarta, Gatra.com- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam kembali terjadinya intimidasi dan teror yang dialami Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM UGM), Gielbran Muhammad Noor. KontraS mengatakan, Gielbran mengalami sejumlah teror berupa didatangi intel ke kampus dan doxxing di media sosial mengenai latar belakang keluarganya.
Intimidasi yang dirasakan Gielbran mulai terjadi usai BEM UGM mengkritik dan menilai Presiden Joko Widodo sebagai alumnus yang paling memalukan.
“Intimidasi dan teror semacam ini kami nilai sangat berbahaya bagi demokrasi serta hanya akan terus menggerus kebebasan sipil. Terlebih, menjelang hari pencoblosan pada 14 Februari 2024 nanti, ruang pengawasan dalam kerangka check and balances seharusnya terbuka luas,” ucap Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya melalui keterangan resminya, Senin (18/12).
Atas intimidasi yang terjadi, KontraS mendesak agar semua pihak segera mengambil tindakan. “Kami mendesak Pemerintah dalam hal ini Presiden beserta jajarannya untuk menghentikan segala bentuk teror dan intimidasi selama masa kampanye politik menuju Pemilu 2024,” tegas Dimas.
Dimas menegaskan, intimidasi yang dialami Gielbran menambah catatan panjang kasus serupa yang akhir-akhir ini juga dirasakan oleh sejumlah pihak yang kritis mengkritik penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Sebelumnya, Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang juga mendapat perlakuan serupa. Tidak cukup hanya Melki yang mengalami intimidasi, orang tuanya yang berada di Pontianak pun sampai didatangi aparat yang mengaku Babinsa.
Melki dan sejumlah mahasiswa yang mengkritik situasi demokrasi usai putusan nomor-90 oleh Mahkamah Konstitusi sempat mendapat serangan digital berupa peretasan akun WhatsApp mereka.
Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI), Rizki Agus Saputra bahkan mendapatkan serangan fisik berupa pengeroyokan orang yang tidak dikenal pada 15 Desember 2023 lalu.
“Rizki mengaku dikeroyok tiga orang yang berseragam militer. Serangan ini diduga berelasi dengan aktivitasnya melaporkan kebocoran data kepada pimpinan KPU dan DKPP terkait pelaksanaan Pemilu Serentak 2024,” ungkap Dimas.
KontraS juga mendesak agar aparat dan perangkat negara, mulai dari TNI, Polri, hingga ASN untuk terus bersikap netral sampai Pemilu terlaksana. KontraS juga mendesak agar kepolisian bisa mengusut segala bentuk intimidasi dan kekerasan, khususnya yang menyasar pada mahasiswa.
Selain itu, Komnas HAM dan LPSK juga diminta untuk proaktif dalam menghadapi kasus-kasus intimidasi yang terjadi pada masyarakat. KontraS meminta agar kedua lembaga ini bisa menjamin tidak adanya diskriminasi dalam memberikan pelayanan.
“Kami mendesak agar KPU dan Bawaslu sebagai otoritas penyelenggara Pemilu untuk memastikan agar ruang-ruang partisipasi menuju Pemilu dibuka seluas-luasnya sesuai dengan nilai Hak Asasi Manusia dan mengawasi segala bentuk kecurangan,” tutup Dimas.