Jakarta, Gatra.com - Peranan civil society atau masyarakat sipil sangat penting unutk menjaga alam demokrasi di Indonesia yang tengah mengalami regresi. Peneliti utama Pusat Riset Politik BRIN, Firman Noor mengatakan kondisi demokrasi akan memberi dampak khususnya dalam masa Pemilu 2024.
Firman menilai sebuah pelaksanakan pemilu yang sempurna sulit diwujudkan dengan sangat baik dalam situasi demokrasi belum seutuhnya mapan, meski tentunya masih bisa diupayakan.
“Kenyataannya dalam beberapa tahun ke belakang ini demokrasi kita dalam situasi yang tidak menggembirakan, tapi alasan itu tidak bisa menjadi alasan Pemilu 2024 menjadi sekardanya, apalagi menjadi alat kepentingna pengusaha. Namun demikian, kita harus bekerja keras dan tetap waspada dalam mengawal Pemilu 2024, karena sedang tidak baik-baik saja,” kata Firman dalam webinar bertajuk Enhancing the Role of Civil Society in Monitoring the 2024 Simultaneous Election, Kamis (11/1).
Firman menyitir riset dari Internasioal Idea dalam laporannya di 2023, menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki konsistensi yang baik terkait civil society. Ini menunjukkan di tengah gangguan civil society tidak seutuhnya hilang atau meredup, tapi masih bisa diharapkan.
“Terbukti dalam konteks sambutan masyarakat dalam Pemilu 2024 termasuk dalam masa kampanye ini menarik. Karena banyak kantung-kantung pasif pada politik sekarang mulai bermunculan respon pada kampanye khususnya pilpres yang khsusunya saya kira digerakkan masyarakat sipil,” ujarnya.
Selain itu, telah masuk banyak platform dalam media sosial, sehingga dapat melihat banyak komedian, kelompok artis, aktivitis, bahkan kalangan muda kini marak menggunakan rasionalitasnya untuk menilai secara objektif apa yang terjadi dalam konteks kampanye dan Pemilu 2024. Hal ini suatu hal yang menggembirakan dan tentu saja menunjukkan peran civil society.
“Situasi hari ini bukanlah suatu yang baik untuk masyarakat sipil, karena masyarakat sipil yang mengawal proses penyelenggara pemilu, menghadapi negara yang kuat sekali. Untuk bisa mengimbangi, mengawasi dan mengontrol berjalannya pemilu saya akui menjadi refleksi menjadi masyarakat sipil terengah-tengah juga dalam Pemilu 2024 ini,” ucap Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati dalam kesemapatan yang sama.
Khoirunnisa Nur Agustyati yang akrab disapa Ninis menegaskan bahwa tantangan advokasi publik juga mendapa tantangan internal dan eksternal. Tantangan internal dengan keterbatasan sumber daya dan dukungan pendanaan. Sementara dari eksternal seperti konsolidasi masyarakat sipil, menyamakan persepsi dan banyaknya isu yang diadvokasi.
“Masyarakat sipil mengupayakan beberapa platform, salah satunya menyediakan platform membuat semacam peta kecurangan pemilu di mana publik secara melaporkan apabila melihat kecurangan-kecurangan tersebut,” jelas Ninis.
“Tantangannya setelah platform ini ada misalnya untuk melaporkan kecurangan kita bsia melaporkan ke teman-teman civil society. Tantangannya adalah bagaimana kemudian laporan-laporan ini terkumpul dan terkonsolidasi juga bisa dilaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang, misalnya Bawaslu,” imbuhnya.
Sementara, menurut peneliti Pusat Riset Politik BRIN Defbry Margiansyah, dampak kemunduran narasi demokrasi mewarnai konten-konten kreatif yang semakin populer. Senada dengan Firman, sekarang yang berbicara politik bukan hanya yang paham politik, ahli hukum atau lainnya. Tetapi pembicaraan masyarakat tentang dinamika elektroral menjadi tanda positif bagi kita bagaimana aktivitas sosial membentuk political discourse.
“Saya ingatkan calon pemilih ini lima tahun belakang ‘dikerjai oleh yang mereka kita pilih’ sebelumnya, yang mana itu suara hanya dibutuhkan ketika coblos, tapi ketika keputusan di parlemen itu tidak dilibatkan. Nah, ini satu peringatan mungkin, jangan sampai terjadi lagi,” tuturnya.
“Sehingga yang perlu kita lakukan pra pencoblosan yaitu meminta bukan hanya tentang janji, ya, tapi bagaimana tentang langkah-langkah untuk menagih janji. Dalam artian apa mekanisme yang legal bagaimana kami bisa mendelegimasi anda ketika sudah tejadi,” tambahnya.
Reporter: Myla Lestari