Home Nasional Penggiat Pemilu: DKPP Harus Tegas Jerat Pelaku Kekerasan terhadap Perempuan

Penggiat Pemilu: DKPP Harus Tegas Jerat Pelaku Kekerasan terhadap Perempuan

Jakarta, Gatra.com - Para penggiat pemilu dan keterwakilan perempuan yang peduli dengan penyelenggaraan pemilu serta praktik demokrasi Indonesia yang adil dan setara gender menyoroti kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, baik di tingkat pusat maupun daerah adalah tindakan yang tidak dapat dimaafkan apalagi dibenarkan.

Hal ini karena mencederai nilai-nilai demokrasi, melanggar hak asasi manusia, dan bertentangan dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam kode etik serta pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu.

“Untuk itu, penyelenggara pemilu yang melakukan kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu yang harus mendapatkan hukuman maksimal berupa pemberhentian tetap dari keanggotaan penyelenggara pemilu,” ungkap mereka dalam keterangan tertulis, Kamis (13/6).

Hal tersebut membuat mereka mengirimkan surat terbuka kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada hari ini (13/6) via email melalui Sekretariat DKPP. Surat terbuka ini disampaikan untuk mendukung dan mendorong DKPP yang saat ini sedang menangani sejumlah kasus berkaitan dengan dugaan kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan penyelenggara pemilu, baik dari tingkat pusat maupun daerah.

“Surat terbuka ini kami buat semata karena meyakini bahwa sebagai lembaga penegak etika dan kehormatan penyelenggara pemilu, DKPP sepenuhnya akan berbuat dan bertindak adil dalam memeriksa dan memutus berbagai perkara dugaan kekerasan terhadap perempuan yang ditangani oleh DKPP,” katanya.

DKPP diharapkan bisa membentengi diri dari berbagai intervensi dan tekanan yang bisa mempengaruhinya dalam membuat keputusan adil, tegas, dan berefek jera terhadap pelaku. “Kami mendukung dan mendorong DKPP untuk tidak memberi toleransi sekecil apapun serta berani mengambil tindakan tegas untuk menjatuhkan putusan dengan sanksi etik yang maksimal dan mengandung efek jera,” ujarnya.

Mereka percaya bahwa DKPP akan menunjukkan komitmen terbaiknya dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak perempuan korban dan pencari keadilan. Selain itu juga percaya bahwa DKPP akan menjatuhkan putusan optimal dalam rangka mewujudkan perlakuan yang adil dan setara gender serta menghadirkan ekosistem pemilu yang bebas dari berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

“Demikian surat terbuka ini kami buat dengan harapan besar agar DKPP selalu dapat tegak kokoh dalam menjaga integritas, kehormatan, kemandirian, dan kredibilitas penyelenggara pemilu melalui penegakan kode etik dan pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu yang berpihak pada semangat adil dan setara gender,” tutup mereka.

Adapun, para penggiat pemilu yang peduli dengan penyelenggaraan pemilu serta praktik demokrasi Indonesia yang adil dan setara gender di antaranya Guru Besar Perbandingan Politik Universitas Airlangga dan Wakil Ketua/Anggota KPU RI Periode 2001-2007 Ramlan Surbakti, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Misthohizzaman, Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT) dan Anggota KPU RI Periode 2012-2017 Hadar Nafis Gumay, Dosen FISIP Universitas Sumatera Utara (USU) dan Anggota KPU RI Periode 2017-2022 Evi Novida Ginting Manik.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) dan Anggota Bawaslu RI Periode 2008-2012 Wirdyaningsih, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati, Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti, dan Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati.

Sementara itu, keterwakilan perempuan yang peduli dengan penyelenggaraan pemilu serta praktik demokrasi Indonesia yang adil dan setara gender di antaranya Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati, Kalyanamitra Ika Agustina dan Listyowati, Maju Perempuan Indonesia (MPI), Anggota Bawaslu RI Periode 2008-2012 Wahidah Suaib, MPI dan Dosen Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Titi Anggraini, serta Institut Perempuan Valentina Sagala.

41