Purworejo, Gatra.com -Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia telah memutuskan perkara pengaduan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu pada Bawaslu Kabupaten Purworejo dan Bawaslu Jawa Tengah. Teradu adalah Ketua Bawaslu Kabupaten Purworejo, Purnomosidi; Anggota Bawaslu Kabupaten Purworejo, Rinto Hariyadi; dan Anggota Bawaslu Jawa Tengah, Achmad Husain.
Ketiga teradu oleh Majelis Sidang DKPP yakni Dr. Ratna Dewi Pettalolo, S.H., M.H. (Ketua) dan Muhammad Tio Aliansyah, S.H., M.H. (anggota) dinyatakan tidak melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Dalam sidang yang diikuti oleh Bawaslu Kabupaten Purworejo secara daring itu, Majelis Sidang DKPP menyatakan bahwa para teradu telah bekerja secara profesional dan sesuai prosedur dalam melakukan penanganan pelanggaran pidana Pemilu Tahun 2024.
"DKPP menilai bahwa tindakan Teradu 01 Rinto Hariyadi dalam menindaklanjuti informasi awal dan penelusuran terhadap pengumpulan keterangan, data, dan dokumen dapat dibenarkan secara hukum dan tidak melanggar etika," demikian pertimbangan Majelis DKPP yang dibacakan oleh Dr. Ratna Dewi Pettalolo di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin, (8/7).
DKPP juga menilai terhadap tindakan Teradu 02 Purnomosidi dalam melakukan penanganan pelanggaran sudah sesuai dengan Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum.
DKPP juga menilai bahwa Teradu 2, Purnomosidi sudah mengedepankan upaya pencegahan dengan cara menelepon Muhammad Abdullah (Pengadu) untuk menghapus konten kampanye yang melibatkan warga negara yang tidak memiliki hak memilih pada akun tiktok @kangabdullah72. Karena itu, Purnomosidi diputuskan tidak melanggar kode etik.
“Memutuskan; satu, menolak pengaduan Pengadu untuk seluruhnya. Dua, merehabilitasi teradu 3 Achmad Husain selaku anggota Bawaslu Provinsi Jawa Tengah terhitung sejak putusan ini dibacakan," katanya.
Tiga, merehabilitasi teradu 2 Purnomosidi selaku Ketua merangkap anggota Bawaslu Kabupaten Purworejo dan Teradu 1 Rinto Hariyadi koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi selaku anggota Bawaslu Kabupaten Purworejo terhitung sejak putusan ini dibacakan.
"Empat, memerintahkan Badan Pengawas Pemilihan Umum untuk melaksanakan putusan ini paling lama tujuh hari sejak putusan ini dibacakan dan memerintahkan Badan Pengawas Pemilihan Umum untuk mengawasi putusan ini," kata Ketua Majelis Sidang DKPP saat membacakan putusan.
DKPP menilai bahwa Teradu 03 Achmad Husain dalam menyampaikan informasi terkait penanganan pelanggaran yang ditangani oleh Bawaslu Kabupaten Purworejo sudah sesuai dengan fakta dan dapat dibenarkan menurut hukum dan etika. Achmad Husain dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Menanggapi putusan DKPP tersebut Teradu 01 Rinto Hariyadi yang menjabat sebagai Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi menyampaikan bahwa putusan ini akan menjadi pembelajaran bagi seluruh jajaran Pengawas Pemilu dalam mengawal Pilkada 2024.
"Bahwa pengawasan ke depan harus mengedepankan kehati-hatian dengan mengacu pada undang-undang dan peraturan yang berlaku. Pengawas pemilu harus melakukan pendokumentasian seluruh hasil pengawasan pada setiap tahapan," ujar Rinto saat dihubungi melalui pesan Whats App.
Ia menyampaikan, dengan putusan ini, juga memberi gambaran bahwa proses penanganan pelanggaran pidana Pemilu 2024 yang dikawal Bawaslu Purworejo sudah sesuai dengan prosedur dan tidak melanggar etika.
Sebagai informasi, perkara yabg diputis oleh Majelis Sidang DKPP ini bermula dari adanya aduan dari Muhammad Abdullah, salah satu calon anggota DPRD Kabupaten Purworejo dari Partai NasDem. Pengadu merupakan Caleg nomor urut 1 dari Dapil VI (Kecamatan Bener, Loano, dan Gebang).
Muhammad Abdullah mengadukan para Teradu atas dugaan melanggar kode etik karena bersikap tidak profesional dalam menjalankan tugas dan kewenangan, khususnya saat menangani dugaan pelanggaran pidana Pemilu 2024.
Diketahui, Muhammad Abdullah akhirnya dicoret dari DCT Caleg DPRD oleh KPU Kabupaten Purworejo karena melibatkan anak yang belum memiliki hak pilih (di bawah 17 tahun) dalam kampanye melalui media sosial.