Jakarta, Gatra.com – Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Ratna Susianawati, mengatakan bahwa baru-baru ini pihaknya telah memberi perlindungan pada seorang anak remaja perempuan korban Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO).
“Seorang anak perempuan berumur 14 tahun asal Sumatera Barat yang ditelantarkan di wilayah Jakarta Utara, setelah dijanjikan oleh seorang temannya untuk bekerja di daerah Padang. Namun pelaku justru membawa korban ke Jakarta dan diturunkan begitu saja di area tol di Jakarta Utara,” ujar Ratna dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (24/2/2024).
Ratna mengemukakan bahwa berdasarkan koordinasi yang dilakukan oleh Kementerian PPPA dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) DKI Jakarta, diketahui bahwa korban ditemukan oleh seorang penjual kopi dan sudah diamankan oleh dinas sosial setempat.
“Kami mengapresiasi keberanian penjual kopi yang mau membantu dan mengamankan korban ke dinas sosial setempat. Atas keberanian tersebut, kini korban telah berada di tempat yang aman dan kami pun akan terus memantau perkembangan kasus tersebut. Kami siap memberikan layanan yang dibutuhkan oleh korban baik pendampingan secara psikologis maupun hukum jika dibutuhkan,” jelas Ratna.
Lebih lanjut, Ratna menegaskan bahwa TPPO merupakan kejahatan luar biasa yang penanganannya harus dilakukan secara serius. Hal itu karena jaringan dan sindikatnya sudah mencapai mancanegara.
Pemerintah Republik Indonesia menaruh perhatian serius dalam pemberantasan kejahatan TPPO salah satunya adalah dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) dan pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO).
Dalam pengimplementasian UU TPPO, telah diterbitkan beberapa peraturan pengikat, diantaranya: (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban TPPO; (2) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang; dan (3) Peraturan Menteri PPPA Nomor 8 Tahun 2021 tentang Standar Operasional Prosedur Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban TPPO.
Kemen PPPA merupakan penanggungjawab penyelenggaraan amanat PP Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban TPPO. Selain itu, Kemen PPPA sebagai koordinator sub GT PP TPPO pun telah melakukan berbagai macam upaya pencegahan dan penanganan.
Salah satunya melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), khususnya kepada anggota GT PP TPPO di tingkat provinsi dalam memberikan pelayanan bagi saksi dan/atau korban TPPO dalam bentuk bimbingan teknis dan sosialisasi.Kemen PPPA juga terus mengawal dan berkoordinasi dengan anggota GT PP TPPO di tingkat provinsi dan Kementerian/Lembaga (K/L) di tingkat pusat dalam upaya pencegahan dan penanganan TPPO.
“Kemen PPPA berkomitmen untuk selalu memasifkan gerakan pencegahan TPPO dan memberikan penanganan yang terbaik sesuai dengan kebutuhan korban dari hulu ke hilir. Koordinasi bersama seluruh sektor harus berjalan demi pencegahan TPPO dan penanganan terhadap korban,” tutur Ratna.
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang Kemen PPPA, Priyadi Santosa, menambahkan bahwa pihaknya telah berkoordinasi secara intens dengan Unit Pelaksana Teknis Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPPA) DKI Jakarta untuk pemberian layanan rehabilitasi kesehatan dan pendampingan psikologis bagi korban yang masih mengalami trauma akibat kejadian yang menimpanya.
“Kami bersama pihak-pihak terkait pun terus berkomunikasi dan berkoordinasi dalam memastikan pemulihan kondisi korban yang cukup terguncang sebelum membahas rencana pemulangan korban kembali ke daerah asal dan keluarganya. Pihak dari kepolisian pun telah bergerak untuk melakukan penyidikan terhadap kasus tersebut. Kami juga akan memastikan seluruh proses penanganan dan pendampingan pada korban terselenggara sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku melalui UPT PPPA DKI Jakarta,” ungkap Priyadi.
Sementara itu, Kepala UPT PPPA DKI Jakarta, Tri Palupi Diah Handayati mengatakan, pihaknya akan mendampingi korban hingga kondisi korban membaik baik itu secara fisik maupun psikologis.
“Korban mengalami kejadian luar biasa yang tidak pernah terbayangkan akan terjadi pada dirinya dan hal tersebut cukup mengguncang korban sehingga kami akan terus mendampingi dalam proses trauma healing-nya sebelum memulai pembicaraan terkait rencana pemulangan korban ke keluarga di daerah asal. Kami pun mengimbau seluruh masyarakat untuk meningkatkan kerjasama dalam upaya pencegahan TPPO agar tidak terjadi kepada siapapun itu, khususnya perempuan dan anak,” tandas Tri.