Jakarta, Gatra.com- Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri membuka peluang 17 korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), bakal jadi tersangka kasus penipuan online berkedok lowongan kerja paruh waktu atau part time.
"Adapun apa mereka jadi tersangka kita akan melihat sejauh mana perannya, alat bukti lain yang kira-kira menguatkan. Kalau nanti kuat, alat bukti cukup, tidak menutup kemungkinan jadi tersangka," kata Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri, Kombes Alfis Suhaili di Gedung Bareskrim Mabes Polri Jakarta Selatan, Jumat (19/7).
Diketahui, sebanyak 17 WNI yang memiliki keahlian di bidang informatika menjadi korban TPPO, dan dikirim Dubai. Mereka tidak mengetahui akan dipekerjakan sebagai scammer.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji mengatakan, para korban ditawari untuk bekerja di Dubai dengan gaji hingga Rp15 juta per bulan.
Setelah direkrut sebagai scammer, mereka bakal melancarkan aksi penipuannya melalui media Telegram dan WhatsApp.
"Korban ditawari pekerjaan sebagai pekerja kantor yang berhubungan dengan computer di luar negeri dengan gaji 3.500 dirham atau sebesar Rp15 juta per bulan," kata Himawan di Mabes Polri Jakarta Selatan, Selasa (16/7).
Namun Himawan mengungkap bahwa korban tak hanya berasal dari Indonesia, tapi sejumlah warga negara China, India hingga Thailand. Mereka tergiur lalu diberangkatkan ke luar negeri dan dibawa ke sebuah tempat.
"WNI sebanyak 17 orang, WN Thailand 10 orang, WN Cina 21 orang, dan WN India 20 orang (menjadi korban TPPO)," katanya.
Himawan mengatakan, para korban merasa dijebak oleh sindikat ZS, karena awalnya dijanjikan sebagai pekerja kantoran di Dubai, namun malah bekerja sebagai operator penipuan melalui media sosial.
"Di-briefing di lokasi bahwa tugas operator adalah mencari korban WNI dengan teknik social engineering," katanya.
"Teknik social engineering artinya dia mem-blasting link website kemudian mempelajari pola-polanya untuk menawarkan investasi ataupun pekerjaan paruh waktu dengan hasil yang direkayasa sehingga korban mendapatkan untung atau komisi," sambungnya.