Tangsel, Gatra.com – Sutradara film dan Founder Kreasi Prasasti Perdamaian (KPP), Noor Huda Ismail, mengatakan, film merupakan salah satu medium untuk mengampanyekan sikap toleransi.
Pria yang juga pegiat antiterorisme dan radikalisme tersebut dilansir dari Antara, Sabtu (2/3), menyampaikan keterangan tersebut dalam acara Bedah Film dan Talkshow “Ahmadiyah’s Dilemma” dan “Puan Hayati: Threads of Faith” di Kampus Viktor Universitas Pamulang (Unpam), Buaran, Tangerang Selatan (Tangsel).
“Film ini bertujuan awernes campaign atau membangun kesadaran publik agar bisa menerima aliran keyakinan lain yang secara sosiologis bagian dari negara yang harus dilindungi,” ujarnya.
Film “Ahmadiyah’s Dilemma” kehidupan rapper Malik Ross menjadi lensa mengeksplorasi tantangan identitas dan trauma dalam komunitas Ahmadiyah. Film ini menjelajahi lebih dalam mengulik perjuangan yang dihadapi oleh pengikut Ahmadiyah.
Sedangkan film “Puan Hayati: Threads of Faith Dwi Utami dan Nata Hening”, berkomitmen pada keyakinan Puan Hayati di Jawa Tengah (Jateng). Melalui narasi mereka, film ini mengungkap tantangan yang dihadapi oleh agama-agama lokal di Indonesia serta menyoroti ketahanan dan pencarian pemahaman.
Noor Huda selaku sutradara kedua film tersebut lebih lanjut menyampaikan, film itu untuk memanusiakan sesama manusia walaupun secara teologis berbeda keyakinan. Namun secara sosiologis, manusia adalah sama sehingga negara harus dapat memastikan kaum minoritas mendapatkan hak haknya.
Ketua Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Andy Yentriyani, menilai masyarakat masih belum teredukasi dengan baik akan banyaknya perbedaan di Indonesia.
“Hal ini yang membuat rasa toleransi di tengah masyarakat menjadi rendah sehingga sikap intimidatif terhadap sesuatu yang berbeda semakin tinggi,” katanya.
Andy Yentriyani lebih lanjut menyampaikan persoalan tersebut sangat rentan terhadap posisi perempuan yang kerap menjadi target intimidasi dan kekerasan.
Ia mengharapkan dengan adanya dua film tersebut, perbedaan yang berujung sikap dan tindakan intimidatif dapat berkurang di tengah masyarakat.
“Karena hidup berdampingan sangat penting. Dari peristiwa intoleransi pasti ada perempuan yang jadi korbannya, dengan persoalan yang dia harus hadapi, langsung pada dampak peristiwa itu,” ujarnya.
Ia juga mengharapkan pemerintah yang baru lebih baik lagi dalam mengelola keberagaman, termasuk memperbaiki sistim pendidikan supaya bangsa ini bisa merayakan berbagai perbedaan dengan mengedepankan persatuan dan kesatuan.