Pekanbaru, Gatra.com - Lelaki 55 tahun ini nyaris tak berkedip menengok Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga, yang sedang menjelaskan rencana pendirian Pabrik Kelapa Sawit modern ramah lingkungan, di lantai dua ruang rapat Bupati Pelalawan, Riau, dua hari lalu. Pabrik berteknologi dry-process itu diistilahkan Pasteurizing & Degumming Palm Fruit Oil (PaDePFO).
Dibilang ramah lingkungan lantaran pabrik yang rencananya akan dibangun di kawasan Desa Segati Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan oleh Kelompok Tani itu kata Sahat mampu menurunkan emisi karbon hingga satun ton CO2 eq per satu ton minyak sawit yang dihasilkan.
Soalnya kalau PKS yang ada sekarang, masih menghasilkan emisi karbon 1.296,1 kg CO2 eq per satu ton minyak sawit. Itu terjadi lantaran PKS itu masih berteknologi wet process.
Dan seperti umumnya di pabrik-pabrik kelapa sawit saat ini, areal dalam PKS akan kelihatan jorok dan berminyak. Ini terjadi akibat pemakaian air atau steam yang banyak.
Kalau PO Mill yang disodorkan oleh Sahat, sudahlah ramah lingkungan dan bersih lantaran tidak menggunakan air atau steam, micro-nutrient content yang tinggal di dalam minyak yang dihasilkan pabrik ini pun masih 92-96 persen. Beda dengan PKS wet process yang hanya meninggalkan 43-48 persen dari kandungan vitamin semula yang berada di CPO.
"Pabrik yang ada saat ini, memakai pola sterilisasi, sementara yang akan kita bangun adalah sistim pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi minyak sawit yang disebut Degummed Palm Mesocarp Oil (DPMO), pakai pola pasteurisasi. Jadi, tidak menghasilkan limbah Palm Oil Mill Effluent (POME)," lelaki 79 tahun ini mengurai.
Sahat tidak datang sendirian. Ayah tiga anak ini ditemani oleh dua orang timnya; Batara Muda Nasution dan Roma Kristian.
Ongkos olah TBS pada pabrik dry process ini kata Sahat lebih rendah, hanya Rp147 perkilogram ketimbang wet processing yang mencapai Rp189 perkilogram.
Lebih jauh Sahat mengurai, pabrik dry process ini tidak hanya akan dibangun di Pelalawan, tapi juga di Wajo Sulawesi Selatan, Seruyan Kalimantan Tengah dan Sambas Kalimantan Barat.
Gara-gara semua yang diurai Sahat itulah makanya lelaki 55 tahun tadi langsung kepincut. Namanya Zulkifli. Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setdakab Pelalawan ini sengaja disuruh oleh Bupati Pelalawan, Zukri, memimpin pertemuan tadi.
Zulkifli ditemani oleh Kepala Dinas Perikanan Pelalawan, Syarul Syarif dan sejumlah pejabat lain. Kepala Desa Segati, Heri Sugiyanto dan sejumlah warganya juga ada di ruang rapat itu.
"Saya salut dengan Pak Sahat ini, sudah sepuh tapi masih punya semangat tinggi untuk menularkan hal-hal yang baik. Sulit mencari sosok semacam ini," Zulkifli memuji.
Lelaki ini pun berharap agar semua pihak mendukung hadirnya pabrik besutan Sahat itu di Pelalawan. Sebab menurut dia, pabrik semacam inilah yang dicari oleh Indonesia dan dunia terutama untuk merubah posisi petani sawit dari level object menjadi subject.
"Pabrik ini menjadi langkah awal mereformasi PKS yang ada sekarang dalam rangka menyelamatkan lingkungan. Itu kalau kita mau serius," ujarnya.
Di Pelalawan, Sahat tidak hanya memaparkan keunggulan pabrik yang akan dibangun itu. Dia juga langsung meninjau lokasi pendirian pabrik itu di Segati. Ali Kodri, seorang tokoh masyarakat Segati yang menemani.
Sama seperti Zulkifli, Ali juga sangat berharap pabrik yang dibilang Sahat tadi bisa segera dibangun di desa nya. "Selain akan meningkatkan taraf hidup petani, pabrik ini juga menyelamatkan lingkungan. Untuk itu, saya sangat berharap pemerintah daerah mendukung berdirinya pabrik ini," pinta Ali.
Abdul Aziz