Jakarta, Gatra.com - Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mempertanyakan kesaksian Bawaslu terkait laporan dugaan pelanggaran asas netralitas aparatur sipil negara (ASN) di kabupaten Batubara, Sumatera Barat yang dinyatakan tidak memenuhi syarat materiil, sehingga tidak bisa ditindaklanjuti.
Todung mengatakan, realita lapangan membuktikan yang sebaliknya. Salah satu relawan Ganjar-Mahfud, Palti Hutabarat saat ini tengah menjalani proses hukum karena dugaan penyebaran berita bohong terkait penyebaran rekaman percakapan, antara anggota forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda) Kabupaten Batubara, Sumatera Utara yang diduga diunggah oleh Palti.
“Palti sudah 6 hari ditahan, mereka itu sudah ditahan di Kepolisian di Medan dan (berkas) sudah P21,” ucap Todung Mulya Lubis saat ditemui wartawan usai sidang sengketa Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (28/3) malam.
Todung enggan berasumsi soal alasan Bawaslu mengatakan laporan dugaan pelanggaran Pemilu oleh Pejabat di Batubara, Sumatera Utara dinyatakan tidak memenuhi syarat materiil. Namun, ia menegaskan, Palti adalah korban dalam kasus perkara ini.
“Saya tetap menganggap Palti itu korban dari UU ITE. Dia korban dari proses Pemilu yang penuh dengan intervensi kekuasaan,” kata Todung.
Selain itu, Todung pun menanggapi pernyataan KPU yang mengatakan kalau sudah ada peraturan dan perundang-undangan yang membahas mengenai nepotisme dan pelanggaran Pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
KPU juga mengatakan, permohonan yang disampaikan kubu 03 salah alamat karena Bawaslu punya kewenangan untuk memeriksa dugaan-dugaan nepotisme yang disebutkan.
Meski demikian, Todung menilai, argumen pihaknya yang mengatakan kalau Indonesia punya kekosongan hukum untuk menindaklanjuti dugaan nepotisme yang dilakukan Presiden Joko Widodo dalam memenangkan putranya, Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024, masih dapat diproses melalui Mahkamah Konstitusi.
“Loh kan mereka mengatakan itu Bawaslu. tapi kan Bawaslu tidak efektif. Jadi menurut saya, Bawaslu tidak efektif ya harus ke MK. Karena, MK memang punya kewenangan untuk menangani soal sengketa Pilpres,” jelas Todung.
Todung mengatakan, kewenangan Bawaslu untuk menangani sengketa Pilpres terlalu sempit. Pasalnya, Bawaslu hanya dapat memeriksa dugaan-dugaan terkait dengan politik uang dan pelanggaran administratif.
Dalam permohonan yang diajukan oleh tim paslon Ganjar-Mahfud, mereka meyakini selama Pilpres 2024 telah terjadi nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan yang terkoordinasi. Kubu 03 meyakini, Presiden Jokowi punya peran kuat dalam proses ini.
Untuk itu, mereka memohon agar MK mendiskualifikasi Prabowo-Gibran dan memerintahkan KPU untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh Indonesia tanpa kubu 02.