Moskow, Gatra.com - Rusia telah mengirimkan undangan resmi kepada Taliban untuk berpartisipasi dalam acara yang bertajuk "The 15th international ‘Russia-Islamic World: KazanForum" yang akan diadakan di Kazan, ibu kota Republik Tatarstan, Rusia pada pada 14-19 Mei 2024.
Forum tersebut merupakan bentuk dari bagian kerja sama ekonomi antara Moskow dan negara-negara di dunia Islam. Utusan khusus Rusia untuk Afghanistan Zamir Kabulov mengkonfirmasi bahwa perwakilan Taliban berencana untuk mengambil bagian dalam acara tersebut.
Kabulov mengatakan bahwa kerja sama antara Rusia dan pemerintah Taliban di Afghanistan dalam melawan terorisme internasional dilakukan secara rutin.
Ini bukan pertama kalinya Taliban diundang ke forum Kazan. Namun Kabulov, yang juga menjabat sebagai direktur Departemen Asia kedua di Kementerian Luar Negeri Rusia itu, mengklarifikasi tahun lalu bahwa partisipasi Taliban tidak berarti sebagi pengakuan Moskow terhadap mereka.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa masalah pencabutan sebutan “organisasi teroris” dari Taliban saat ini tengah dirampungkan, dengan keputusan akhir akan dibuat oleh pimpinan tertinggi negara tersebut.
Meskipun Rusia belum secara resmi mengakui Taliban, yang mengambil alih kekuasaan di Kabul pada tahun 2021 selama tahap akhir penarikan pasukan Amerika Serikat (AS), Moskow termasuk negara pertama yang menjalin kontak dan menyetujui kesepakatan bisnis dengan pemerintahan Taliban di saat tak ada satu negara pun yang secara resmi mengakui pemerintahan Taliban.
Taliban pertama kali berkuasa di Afghanistan pada tahun 1990-an namun digulingkan pada tahun 2001 ketika invasi AS. Pemberontakan Taliban berlanjut selama 20 tahun, yang berpuncak pada demonstrasi di Kabul pada Agustus 2021, di mana Presiden Ashraf Ghani yang terpaksa meninggalkan negara itu.
Setelah kembali mengambil alih tampuk kekuasaan, Taliban berjanji tidak akan membiarkan diskriminasi terhadap perempuan. Namun kelompok tersebut segera mengadopsi serangkaian peraturan yang membatasi partisipasi perempuan dalam kehidupan publik. Tindakan ini menuai kritik dari PBB dan organisasi hak asasi manusia internasional.