Jakarta, Gatra.com - Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mendesak pemerintah untuk cermat dan tidak tergesa-gesa dalam mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang merupakan aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan. Karena dapat mengancam keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT).
Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan menyebut, beleid produk tembakau itu sebaiknya dipisahkan dari pembahasan RPP Kesehatan. Pertimbangannya, bahwa IHT memiliki ekosistem yang berbeda secara signifikan dengan sektor kesehatan.
Selain itu, pasal-pasal terkait produk tembakau pun seharusnya diatur dalam pengaturan tersendiri sebagaimana mandat UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Banyaknya larangan terhadap produk tembakau, seperti adanya pembatasan kandungan TAR dan nikotin serta pelarangan bahan tambahan, dikhawatirkan dapat menyebabkan penutupan usaha bagi anggota GAPPRI ke depannya.
“Kretek yang menjadi produk anggota kami, menggunakan bahan tambahan rempah sebagai penggenap rasa. Anggota kami juga menggunakan tembakau dalam negeri yang berkadar nikotin tinggi dalam pembuatan rokok. Kalau dibatasi dan dilarang, kita lah yang terkena dampak terlebih dahulu," kata Henry dalam keterangannya, Jumat (5/4).
Henry pun menegaskan, sebelum adanya RPP Kesehatan, IHT telah menghadapi banyak tekanan regulasi. Dari 446 regulasi yang saat ini mengatur IHT, sebanyak 400 (89,68 persen) berbentuk kontrol, 41 (9,19 persen) lainnya mengatur soal cukai hasil tembakau, dan hanya 5 (1,12 persen) regulasi yang mengatur isu ekonomi/kesejahteraan.
Oleh sebab itu, GAPPRI memohon pemerintah memprioritaskan upaya perlindungan IHT yang menjadi tempat bergantung bagi 6,1 juta jiwa.
"Kami mengusulkan untuk tidak dilakukan perubahan pengaturan terhadap industri produk tembakau yang berpotensi semakin memberatkan kelangsungan usaha IHT nasional," tutur dia.
Terpisah, Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, juga menilai pasal-pasal terkait tembakau harus dipisahkan dari RPP Kesehatan. Pasalnya, selama ini, produk turunan tembakau sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012. Oleh karena itu, Trubus mempertanyakan relevansi pengaturan pasal terkait produk tembakau dalam RPP Kesehatan.
“Lebih bagus dibiarkan saja sesuai undang-undangnya, yaitu terpisah (dari RPP Kesehatan),” ujarnya kepada media.
Selain itu, Trubus menekankan perlunya partisipasi publik secara luas dalam proses penyusunan RPP Kesehatan. Harapannya, agar pemerintah memiliki kebijakan yang terbaik bagi semua pihak, termasuk bagi industri.
“Ini akan membantu proses perumusan,” terangnya.