Jakarta, Gatra.com – Hari Kesehatan Dunia (World Health Day) diperingati di seluruh dunia pada hari ini, 7 April 2024. Kali ini, tema yang diusung ialah “My health, my right”. Diketahui, hari peringatan tersebut sudah ditetapkan demikian sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berdiri pada tahun 1948 silam.
“Jadi tegasnya, dengan tema Hari Kesehatan Dunia tahun ini diharapkan terwujudnya kesehatan bagi semua,” ujar pakar kesehatan sekaligus Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Prof Tjandra Yoga Aditama, dalam keterangannya, Minggu (7/4/2024).
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu mendambakan agar setiap elemen masyarakat dunia, termasuk Indonesia, mendapat akses ke pelayanan kesehatan yang bermutu. Ia juga berharap masyarakat memperoleh pendidikan dan informasi kesehatan yang cukup.
Tidak kalah penting, kata Tjandra, ialah air minum yang aman dan sehat yang bisa diperoleh oleh masyarakat. Selain itu, ia juga berharap masyarakat bisa mendapatkan udara bersih, makanan bergizi, rumah yang sehat, pekerjaan yang memadai, dan terhindar dari berbagai diskriminasi kesehatan
Meski begitu, Tjandra juga menggarisbawahi bahwa untuk mencapai harapan-harapan itu, otoritas kesehatan dunia WHO pun menemui sejumlah tantangan. Tantangan pertama adalah terjadinya wabah. “[Juga] peningkatan berbagai jenis penyakit dan masalah kesehatan yang semuanya dapat menyebabkan kesakitan, kematian, dan mungkin juga disabilitas,” ujarnya.
Tantangan kedua ialah terjadinya berbagai perang dan situasi konflik yang menyebabkan kepedihan, kelaparan, stres psikologis, dan bahkan kematian. Tantangan berikutnya adalah makin merebaknya masalah lingkungan dan polusi udara. “Di mana di dunia ini polusi udara luar ruang dan dalam ruangan ternyata menyebabkan satu kematian setiap lima detik di dunia. Kita belum punya angka untuk Indonesia,” tutur Tjandra.
Tantangan keempat, tercatat masih ada 4,5 miliar orang, atau lebih dari separuh penduduk dunia, yang belum sepenuhnya mendapat pelayanan kesehatan esensial bermutu yang diperlukan. “Akan baik juga kalau kita punya data Indonesia untuk hal ini, guna mengetahui tantangan yang ada dan bagaimana pemecahannya di waktu mendatang dalam menyongsong Indonesia Emas pada 2045,” ujarnya.
Untuk dapat mewujudkan hak kesehatan yang baik, kata Tjandra, maka ada beberapa hal yang dianjurkan WHO dilakukan oleh pemerintah berbagai negara dunia, termasuk Indonesia.
Pertama, dianjurkan agar terbentuk dan terlaksananya aturan untuk berbagai sektor, mulai dari cukai rokok, gula, dan alkohol. Kedua, menurunkan sampai 30-50% penggunaan anti-mikrobial yang ada di sektor pertanian dan peternakan pada 2030.
Ketiga, menjamin ketersediaan dan pemakaian energi bersih (clean energy) seperti solar, hidro, angin, dan elektrik. Keempat, hukum harus menjamin tidak adanya segala bentuk diskriminasi.
Kelima, pemerintah perlu menyediakan infrastruktur untuk pesepeda dan pejalan kaki. Selain itu, pemerintah juga harus menjamin hak-hak kaum buruh dan pekerja untuk mendapat perkerjaan yang layak, perlindungan kesehatan kerja serta kesetaraan pelayanan pada semua buruh dan pekerja yang ada, baik laki maupun perempuan.
Tjandra mengingatkan bahwa WHO juga telah mendorong agar pemerintah berbagai negara di dunia menjamin terwujudnya proteksi sosial seperti berbagai bentuk asuransi kesehatan seperti BPJS Kesehatan di Indonesia.
Selain itu, WHO juga telah meminta pemerintah untuk menjamin terwujudnya sistem pensiun hingga perlindungan bagi mereka yang tidak bekerja. “Agar semua anggota masyarakat akan mendapat pelayanan kesehatan tanpa berdampak yang berarti bagi kantong dan keuangan diri dan keluarganya,” ujarnya.
Tjandra juga mengingatkan bahwa WHO telah mendorong pemerintah berbagai negara untuk menyediakan anggaran kesehatan yang baik. WHO juga mengharapkan agar pemerintah melibatkan masyakarat luas dalam penentuan penyelesaian masalah kesehatan atau health decision-making.
Di samping itu, menurut Tjandra, pemerintah juga perlu memahami bagaimana kebutuhan kesehatan berbagai kelompok masyarakat di suatu negara agar terjadi kesetaraaan dalam pelayanan kesehatan.
Untuk memenuhi ini, kata Tjandra, maka perlu dilakukan pengumpulan, analisa, monitoring, dan penggunaan data, berdasar pada variasi umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, pendidikan, dan berbagai variabel lainnya. “Hanya dengan analisa mendalam dan berkelanjutan seperti ini maka kesetaraan pelayanan kesehatan dapat terwujud di suatu negara, termasuk juga di negara kita tentunya,” pungkasnya.