Jakarta, Gatra.com – Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti mengkhawatirkan konflik yang sedang berlangsung di Timur Tengah, yakni antara Iran dan Israel, bisa memicu kenaikan harga-harga barang di Tanah Air.
Esther menjelaskan, ketika terjadi konflik antar-negara, negara eksportir minyak akan mengalami kesulitan dalam aktivitas ekspor. Suplai minyak melalui Selat Hormuz, misalnya, yang vital bagi perdagangan minyak dunia, bisa jadi tersendat. Ini dikhawatirkan bisa menyebabkan keterbatasan suplai.
“Akibatnya ketika supai terbatas, permintaan tetap saja, maka yang terjadi adalah kenaikan harga minyak,” kata Esther dalam diskusi publik ekonom perempuan INDEF pada Sabtu (20/4/2024).
Esther menambahkan, harga minyak merupakan salah satu komponen dari biaya transportasi sebuah kegiatan produksi. “Kalau harga transportasi naik, ini akan berdampak pada kenaikan harga-harga barang,” ujarnya.
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2022 saja, volume impor hasil minyak Indonesia mencapai 25,7 juta ton, dengan nilai US$ 24.071,7 juta. Negara-negara importir terbesar minyak bumi dan hasil-hasilnya untuk Indonesia memang bukan berasal dari Timur Tengah, melainkan Singapura (10,9 juta ton) dan Malaysia (6,6 juta ton).
Meski begitu, Indonesia juga mengimpor hasil minyak dari Arab Saudi sebanyak 5,9 juta ton, dari Uni Emirat Arab 2,5 juta ton, hingga Qatar 887.000 ton. Pasokan dari negara-negara Timur Tengah inilah yang dikhawatirkan terhambat akibat munculnya konflik Iran-Israel.
“Kebutuhan Indonesia sendiri itu sekitar 3,45 juta barel per bulan. Ini kan cukup signifikan. Ketika ada konflik antara Iran dengan Israel, yang dikhawatirkan adalah tentunya akan ada keterbatasan suplai. Adanya perang orang mau ekspor itu jadi sulit,” ujar Esther.
Meski begitu, pihak pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menegaskan, pasokan minyak dan gas (migas) bagi Indonesia masih terbilang aman, di tengah konflik Iran dan Israel.
“Indonesia sendiri, kita sendiri, stoknya cukup lah. Tergantung dari komoditasnya.Itu stoknya di antara 17-30 hari,” ujar Arifin seperti dilansir Antara, Jumat kemarin (19/4/2024).