Jakarta, Gatra.com - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menyatakan dirinya tidak sependapat dengan mayoritas hakim MK yang menolak seluruh permohonan kubu pasangan calon (paslon) Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar terkait Sengketa Pilpres 2024.
Saldi meyakini, ada beberapa dalil dari pemohon 01 yang telah terbukti dan beralasan menurut hukum, yaitu penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) dan ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN) atau pejabat negara lainnya untuk memenangkan salah satu paslon.
Dalam agenda pembuktian, telah disebutkan sejumlah dugaan ketidaknetralan ASN dan Pj kepala daerah di sejumlah wilayah.
Saldi menjelaskan, setelah mendengar pernyataan dan keterangan dari Bawaslu. Kemudian, mencermati fakta persidangan serta alat bukti dari para pihak, dirinya meyakini telah terjadi pelanggaran pemilu di beberapa daerah.
“Saya menemukan bahwa terdapat masalah netralitas Pj. kepala daerah dan pengerahan kepala desa yang terjadi, antara lain, di Sumatera Utara, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan,” ucap Saldi Isra saat membacakan pertimbangan hukumnya dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4).
Saldi meyakini, ketidaknetralan para Pj kepala Daerah dilakukan dengan berbagai cara. Mulai dari penggerakan ASN, pengalokasian sebagian dana desa sebagai dana kampanye, hingga ajakan terbuka untuk memilih pasangan calon yang memiliki komitmen untuk melanjutkan pembangunan ibukota negara (IKN).
Kemudian, ada juga penyalahgunaan penyaluran bansos atau bantuan lainnya dengan menggunakan kantong yang identik dengan identitas paslon tertentu. Tidak hanya itu, sejumlah Pj Kepala Daerah juga mengadakan kegiatan massal dengan mengenakan baju atau kostum yang identik dengan paslon tertentu.
“Selain soal netralitas Pj. Kepala Daerah, terungkap juga sebagai fakta di persidangan adanya pengerahan atau mobilisasi kepala desa, antara lain, seperti di Jakarta dan Jawa Tengah,” kata Saldi.
Saldi juga menyayangkan kinerja Bawaslu dalam menyelidiki laporan-laporan terkait dugaan ketidaknetralan Pj Kepala Daerah dan ASN. Pasalnya, banyak laporan yang masuk ke Bawaslu yang dinyatakan tidak terbukti karena tidak memenuhi syarat formil atau materiil.
“Meskipun demikian, saya berkeyakinan bahwa telah terjadi ketidaknetralan sebagian Pj. kepala daerah termasuk perangkat daerah yang menyebabkan pemilu tidak berlangsung secara jujur dan adil,” kata Saldi.
Ia menyakini, dalil-dalil dari pemohon 01 telah terpenuhi dan beralasan menurut hukum. Untuk itu, Saldi meyakini, MK sudah sepatutnya memerintahkan KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah daerah yang terbukti terdapat kecurangan.
“Demi menjaga integritas penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil, maka seharusnya mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah sebagaimana disebut dala pertimbangan hukum di atas,” tutup Saldi.
Selain Saldi, Hakim Enny Nurbaningsih dan Hakim Arief Hidayat juga memiliki pendapat yang berbeda dari mayoritas hakim MK.
Saat ini, MK masih membacakan putusan untuk pemohon 1. Seperti yang diketahui, MK akan membacakan putusan terkait dua permohonan sengketa Pilpres. Pemohon 1, memohon agar majelis hakim mendiskualifikasi Gibran Rakabuming Raka dari Pilpres 2024. Sementara, Pemohon 2 memohon agar majelis hakim mendiskualifikasi paslon 02 Prabowo-Gibran secara keseluruhan.
Kedua pemohon juga memohon agar majelis hakim memerintahkan KPU agar melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh Indonesia.