Makkah, Gatra.com- Jemaah petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH) Kementerian Agama Republik Indonesia daerah kerja (daker) Madinah usai melaksanakan thawaf beribadah sunah shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim, 08/5. Jemaah melanjutkan prosesi umrah dengan sai (berlari-lari kecil) antara bukit Shafa dana Marwah. Namun, sebelum sa'i jemaah menikmati air Zamzam sebagai pelepas dahaga. Kami merasakan air yang tidak biasa. Rasanya berbeda dengan air pada umumnya dan berat (basa).
Zamzam adalah salah satu mukjizat abadi Islam. Sumur Zamzam pertama kali muncul 5.000 tahun yang lalu di bawah kaki Nabi Ismail setelah ibunya Hajar, istri kedua Ibrahim, berlari tujuh kali antara dua bukit Safa dan Marwah mencari air untuk menyelamatkan putranya yang kehausan. Nama sumur tersebut berasal dari frasa Zam Zam, yang berarti “berhenti mengalir”, sebuah perintah yang diulangi Siti Hajar saat dia berusaha menahan mata air tersebut.
Secara hidrogeologi, sumur tersebut berada di Wadi Ibrahim (Lembah Ibrahim). Setengah bagian atas sumur berada di alluvium (endapan) berpasir di lembah, dilapisi dengan pasangan batu pada dinding sumur kecuali bagian atas (3 kaki) yang memiliki 'kerah' beton. Setengah bagian bawahnya berada di batuan dasar. Di antara alluvium dan batuan dasar terdapat bagian batuan lapuk berukuran 1/2 meter (1 kaki 8 inci). Bagian di kedalaman 13,5 meter yang menjadi jalan masuk utama air ke dalam sumur. Sumber air itu termasuk dangkal untuk ukuran di padang pasir.
Air di sumur berasal dari serapan air hujan di Wadi Ibrahim, serta limpasan dari perbukitan setempat. Karena kawasan tersebut semakin banyak dihuni, air hasil serapan air hujan di Wadi Ibrahim semakin berkurang. Survei Geologi Saudi memiliki "Pusat Studi dan Penelitian Zamzam" yang menganalisis sifat teknis sumur secara rinci. Ketinggian air dipantau dengan hidrograf , yang kini telah berubah menjadi sistem pemantauan digital yang melacak ketinggian air, pH (Potential of Hydrogen) dan suhu.
pH adalah skala yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Semua informasi ini tersedia terus menerus melalui internet. Air Zamzam tidak berwarna dan tidak berbau, namun memiliki rasa yang khas, dengan pH 7,9 hingga 8, sehingga bersifat sedikit basa. pH air tawar pada posisi 7. Semakin besar nilai pH dari 7 semakin basa, semakin kecil dari 7 semakin asam.
Air Zamzam memiliki konsentrasi mineral seperti yang dilaporkan para peneliti di King Saud University. Air Zamzama mengandung Sodium, Kalsium, Magnesium, Kalium, Bikarbonat, Khlorida, Fluor, Nitrat dan Sulfat. Para peziarah selalu bersemangat untuk minum dan membawa botol berisi air ke kampung halamannya. Mereka meyakini air Zamzam bisa menjadi obat.
Sumur Zamzam terletak 21 meter dari Ka'bah, ke arah sisi Maqam Ibrahim. Airnya berasal dari dua mata air, satu dari arah Ka'bah, satu lagi dari Gunung Abu Qubais. Dulu air diambil secara manual dengan ember, sekarang pompa listrik memompa air ke dalam tangki. Sumur Zamzam di bawah Mataf, lantai tempat thawaf di sekitar Ka'bah.
Sumur Zamzam digali manjual dengan tangan dengan kedalamannya sekitar 30 m (100 kaki). Diameter 1,08 hingga 2,66 meter. Sumber airnya berasal dari aluvium wadi (endapan lembah) dan sebagian lagi dari batuan dasar. Secara historis air dari sumur diambil melalui tali dan ember, namun sejak tahun 1964 bukaan sumur berada di ruang basemen yang tidak dapat diakses umum.
Dua pompa listrik, yang beroperasi secara bergantian, mengalirkan air sejauh 5 km (3 mil) ke arah selatan dengan kecepatan antara 11 dan 18,5 liter per detik ke Proyek Air Zamzam Raja Abdullah bin Abdulaziz di Kudai. Pusat pengolahan air yang diresmikan September 2010 dengan biaya pembangunan sebesar 700 juta Riyal Saudi ($187 juta) dan dioperasikan Perusahaan Air Nasional Arab Saudi. Di lokasi inilah berlangsung pengolahan dengan menggunakan filter dan sinar ultraviolet, penyimpanan dan pendistribusiannya.
Setelah diolah, air disimpan di salah satu dari dua waduk, waduk pertama di lokasi pabrik di Kudai dapat menampung 10.000 meter kubik air. Waduk Raja Abdulaziz Sabeel di Madinah, memiliki kapasitas 16.000 meter kubik. Lokasi Kudai terhubung melalui pipa ke air mancur minum di Masjid al-Haram. Lokasi di Madinah memasok Masjid Nabawi. Selain melalui sistem pipa, air kemasan juga didistribusikan menggunakan truk tangki yang mengangkut 150.000 liter per hari pada waktu normal dan hingga 400.000 liter per hari selama musim haji ke lokasi Madinah.
Air tanpa kemasan tersedia melalui air mancur minum yang disebutkan sebelumnya, air mancur yang diperuntukkan bagi jamaah yang ingin mengisi wadah yang lebih besar yang tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi segera, dan wadah yang disterilkan yang ditempatkan pihak berwenang di seluruh tempat suci di Mekah dan Madinah. Wadah yang terakhir ini tersedia dalam beberapa varian, dingin dan tidak dingin, serta dapat digunakan dalam keadaan stasioner atau dipakai sebagai ransel oleh karyawan kompleks dengan gelas plastik sekali pakai yang disediakan.
Air yang didistribusikan di Masjid al-Haram berjumlah sekitar 700.000 liter per hari di luar musim haji, dan 2.000.000 liter per hari selama musim tersebut. Distribusi di luar tempat suci Islam di Kerajaan Arab Saudi dilakukan dengan air dikemas dalam wadah 10 liter yang dijual langsung di gudang di lokasi Proyek Air Zamzam Raja Abdullah bin Abdulaziz atau melalui hipermarket dan toko di seluruh negara bagian.
Pada tahun 2018 jumlah kontainer 10 liter yang didistribusikan per hari adalah 1,5 juta. Pada tahun 2010, batas tahunan berapa banyak air yang dapat diambil dari sumur dinyatakan sebagai 500.000 meter kubik per tahun.
Sumur Zamzam pernah hilang dan tinggal menjadi cerita mitos pada zaman sebelum Nabi Muhammad SAW. Hingga Abdul Muthalib, kakek Nabi SAW bermimpi selama tiga hari berturut-turut dimana ia disuruh menggali sesuatu. Namun, sifat dari apa yang harus dia gali tidak dijelaskan.Namun, pada malam keempat dia disuruh pergi dan menggali Zamzam. Ketika dia bertanya apa itu Zamzam, dia diberitahu bahwa Zamzam itu tidak akan pernah habis masa berlakunya dan airnya selalu melimpah.
Dia disuruh mencari bukit semut dimana akan ada burung gagak yang mematuki tanah. Abu Muthalib membawa Al-Hadits putranya dan menemukan bukit semut dan tempat burung gagak mematuk, maka mereka mulai menggali. Saat mereka menggali, mereka mulai menemukan senjata emas dan perak yang terkubur di sana. Saat mereka terus menggali, mereka menggali lebih jauh lagi batu bata berisi koin emas dan perak dan akhirnya menemukan bagian atas sumur Zamzam.
Pada saat itu ayah dan anak tersebut meneriakkan Takbir yang menarik perhatian orang lain. Orang-orang berkumpul dan menyadari bahwa berabad-abad kemudian sumur milik nenek moyang mereka, Ismail, telah ditemukan. Abdul Muthalib diberikan hak asuh atas sumur dan airnya. Setelah beliau meninggal, tanggung jawab diserahkan kepada putranya, Abu Thalib. Beberapa tanggung jawab Zamzam adalah menyajikan air kepada para Hujjaj (peziarah), mendirikan tenda untuk mereka, mengalokasikan wadah untuk air, mempekerjakan pekerja, dan mengatur penyediaan air. Hal ini memerlukan investasi keuangan yang besar yang membuat Abu Thalib bangkrut.
Abu Thalib meminjam 10.000 dirham dari saudaranya Abbas . Uang ini pun dibelanjakan untuk hujjaj (peziarah) sehingga ia meminjam uang lagi kepada saudaranya. Sekali lagi, uang ini dibelanjakan untuk hujjaj sehingga dia mendekati saudaranya lagi. Kali ini, Abu Thalib mengatakan pada Abbas bahwa dia tidak mampu membayar kembali pinjamannya sehingga menyerahkan hak asuh Sumur Zamzam untuk membebaskan dirinya.
Abbas setuju dan sejak itu menjadi penjaganya. Pengawasan sumur tersebut selanjutnya diserahkan kepada anaknya Abdullah, kemudian kepada anaknya Ali, kemudian kepada anaknya Dawud, kemudian kepada anaknya Sulaiman, kemudian kepada anaknya Isa. Setelah itu Sumur Zamzam diwarisi oleh saudara laki-laki Isa, Al Mansoor yang merupakan seorang raja. Setelah itu diwariskan pada Dinasti Bani Umayyah. Dan kini pengelolaan sumur Zamzam di bawah otoritas pemerintah kerajaan Arab Saudi.