Jakarta, Gatra.com – Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), menjadi saksi meringankan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi liquified natural gas (LNG) atau gas alam cair dengan terdakwa Karen Galaila Agustiawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/5/2024).
JK mengaku bingung karena sebagai Direktur Utama PT Pertamina pada waktu itu, Karen hanya menjalankan instruksi perintah jabatan berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Inpres 1 Tahun 2010 serta 2014.
“Saya juga bingung kenapa jadi terdakwa. Bingung karena dia menjalankan tugasnya. Instruksinya harus penuhi [gas bumi] di atas 30 persen. Saya ikut membahas hal ini karena kebetulan saya masih di pemerintah pada waktu itu,” kata Kalla menjawab pertanyaan hakim.
JK menilai wajar Pertamina sebagai BUMN yang bergerak di bidang energi mendapat keuntungan dan kerugian. Namun, perseroan yang merugi pada saat pandemi Covid-19 dan tidak menghasilkan sesuai perjanjian awal sebuah keniscayaan karena berbagai faktor.
“Kalau suatu kebijakan langkah bisnis ada kemungkinannaya untung dan rugi. Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum maka seluruh BUMN karya harus dihukum," ujarnya.
JK lebih lanjut menyampaikan, sangat bahanya kalau satu perusahaan rugi harus dihukum maka semua perusahaan negara harus dihukum dan itu akan menghancurkan sistem.
“Bahwa ini kebijakan juga dipengaruhi dari masalah luar. Masalah Covid contohnya, siapapun Dirut Pertamina, siapapun dirut karya waktu itu pasti rugi harga turun," ujarnya.
Menurutnya, kalau Dirut Pertamina dihukum karena itu, ia menilai tindakan itu terlalu menganiaya. "Karana ini bahaya, nanti tidak ada orang mau bekerja lagi di perusahaan negara kalau begini. Kalau rugi 2 tahun langsung dihukum dan orang tidak ada lagi berani berinovasi,” imbuhnya.
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan didakwa telah merugikan negara hingga sebesar USD 113,839,186.60 atau Rp1,7 triliun (kurs per 12 Februari Rp15.625,.) karena telah memperkaya diri sendiri dan perusahaan lain dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau Liquified Natural Gas (LNG).
Jaksa penuntut umum (JPU) mengatakan, Karen telah memperkaya perusahaan yang berbasis di Texas, Amerika Serikat, Corpus Christi Liquefaction hingga sebesar USD 104,016.65. Selain itu, Karen dinilai juga telah memperkaya diri sendiri sebanyak Rp1.091.280.281,81.
Kerugian negara hingga Rp1,7 triliun ini disebabkan karena Pertamina telah membeli LNG dengan volume sebesar 39.680.000 MMbtu atau setara 0,76 MTPA atau sekitar 11,3 kargo. Perjanjian ini diperkirakan terjadi sekitar akhir tahun 2013. Dalam kontrak, pembelian dilakukan dalam kurun waktu 20 tahun.
Jaksa menjelaskan, saat perjanjian kerja sama itu, Pertamina belum memiliki pembeli tetap, baik dari domestik maupun internasional.
Atas tindakannya, Karen didakwa telah melanggar dakwaan primer, yakni Pasal Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 dan juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.