Home Gaya Hidup Berbagai Artefak Hasil Repatriasi Bakal Dipemerkan di Museum Nasional

Berbagai Artefak Hasil Repatriasi Bakal Dipemerkan di Museum Nasional

Yogyakarta, Gatra.com – Badan Layanan Umum (BLU) Museum dan Cagar Budaya (MCB) atau Indonesian Heritage Agency (IHA) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemenristekdikti) akan memamerikan berbagai benda cagar budaya hasil repatriasi, di antaranya artefak bersejarah dan mahal yang dikembalikan dari Amerika Serikat (AS).

Pelaksana tugas (Plt) Kepala BLU MCB/IHA, Ahmad Mahendra, dilasir dari Antara pada Jumat (17/5), menyampaikan, benda-benda bersejarah hasil repatriasi itu bakal dipamerkan dalam pameran besar yang bakal dihelat di Museum Nasional pada Oktober mendatang.

“Nanti di Oktober ada pameran repatriasi besar. Bahkan seluruh yang datang dari AS dan sekarang dari Australia sedang jalan pengembaliannya,” kata dia.

Lebih lanjut Mahendra dalam konferensi pers di Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta, menyampaikan, artefak dari zaman kerajaan nusantara yang diselundupkan ke AS oleh penjahat itu akan sangat berharga bagi peradaban di Indonesia.

Terlebih lagi, melihat nilai keseluruhannya mencapai US$405.000 sebagaimana unggahan akun Instagram Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di New York, akhir April lalu.

BLU MCB/IHA Kemendikbudristek akan kembali menggelar pameran benda cagar budaya hasil repatriasi setelah sebelumnya menggelar event serupa bertajuk “Kembalinya Saksi Bisu Peradaban Nusantara” pada akhir 2023.

Sejumlah benda bersejarah ditargetkan untuk dapat menambah koleksi pameran tersebut, di antaranya yang dipastikan kembali atau sudah dikembalikan dari Belanda sebanyak 472 koleksi.

Menurut Mahendra, kabar terakhir dari tim repatriasi menyebutkan ada empat lagi arca yang sedang dimintakan Indonesia kepada Belanda, karena nilai sejarahnya sangat luar biasa.

“Ada enam lagi arca yang sangat luar biasa juga sedang diminta, tapi tetap target kita seperti Java Man, itu juga bisa kembali [ke Tanah Air]. Tapi mereka [Belanda] masih tarik-ulur,” kata Mahendra.

Selain itu, ada juga tongkat Pangeran Diponegoro. Mahendra mengatakan, pameran nanti merupakan wujud keseriusan Indonesian Heritage Agency dalam mempersiapkan pengelolaan benda-benda bersejarah hasil repatriasi.

“Benda-benda bersejarah ini adalah milik Bangsa Indonesia, maka dari itu kami berharap melalui pameran ini, publik bisa menengok warisan budaya yang akhirnya kembali ke Tanah Air, dan mendapat wawasan baru dari benda-benda tersebut,” kata Mahendra.

Sedangkan mengenai pengelolaan tiga candi, yakni Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko yang di bawah Kementerian BUMN, Mahendra menyampaikan, pihaknya telah melakukan komunikasi dengan pihak terkait.

“Kita sementara Borobudur dulu, karena itu di zona satu ini aset kita. Zona satu yang candinya. Kita sedang istilahnya ada bagi hasil dengan kita,” ujarnya.

Ia menyampaikan, memang dari awal Candi Borobudur dikelola pihak lain meskipun itu merupakan aset dari Kemenristekdikti. Koordinasi dengan pihak terkait telah menghasilkan sejumlah hal positif.

“Dulu tidak ada untuk konservasinya, nanti akan ada kontribusinya untuk konservasi. Jadi bagi hasil keuntungannya dan dia akan tambah anggaran untuk pemeliharaan candinya,” kata dia.

Sedangkan untuk dua candi lainnya, yakni Prambanan dan Ratu Boko, belum ada pembicaraan. “Kalau yang Ratu Boko itu kan terlalu kecil tapi kalau Prambanan belum, sedang dirapikan,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemenenristekdikti, Fitra Arda, menjelaskan mengenai status baru pengelolaan museum dan cagar budaya di bawah BLU Layanan Umum (BLU) Museum dan Cagar Budaya (MCB) atau Indonesian Heritage Agency (IHA)? berdasarkan UU terbaru.

“UU ini mengatur tata kelola kebudayaan sehingga UU ada solusinya, ada agendanya dari dalam yaitu mengamanatkan perlu reformasi kelembagaan dan penganggaran di bidang kebudayaan,” ujarnya.

Ia melanjutkan, karena di dalam UU tersebut terdapat perintah melakukan reformasi maka BLU IHA harus melaksanakannya, mulai dari menguatkan organisasi dengan membentuk BLU.

“[BLU] organisasi yang lincah, yaitu bisa mewakili kepentingan kebudayaan. Salah satunya menggabungkan berbagai museum yang selama ini menjadi musem dan cagar budaya,” katanya.

Ia menjelaskan, upaya tersebut lebih pada bagaimana agar organisasi ini bergerak lebih profesional dan lincah, sehingga bisa menghasilkan layanan yang lebih sempurna dan maksimal kepada masyarakat.

“Sehingga kita perlu melakukan tata kelola kembali. Ini bagian dari UU amanatkan bentuk organisasi tepat sasaran,” ujarnya.

60