Jakarta, Gatra.com - Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid menegaskan bahwa radikalisme maupun paham ekstrem lainnya tidak memiliki kaitan dengan ajaran agama apa pun.
“Radikalisme, ekstremisme, dan terorisme tidak ada kaitannya dengan agama apa pun, apalagi dengan Islam,” kata Ahmad dalam diskusi bertajuk “Mencintai NKRI dari Balik Jeruji: Efektivitas Deradikalisasi Napiter di Indonesia,” di Jakarta, Selasa (28/5).
Faktanya, jelas Ahmad, radikalisme dengan agama dapat bersinggungan lantaran munculnya oknum umat beragama yang salah dan menyimpang dalam memahami dan mengamalkan ajaran agamanya.
“Ini biasanya menunggangi agama mayoritas di suatu wilayah atau suatu negara,” kata dia.
Ia mencontohkan aksi penembakan yang pernah terjadi di Selandia Baru beberapa waktu lalu yang dilakukan oleh oknum agama Kristen, sementara korbannya adalah penganut agama Islam.
“Di sana (Selandia Baru) mayoritas Kristen,” ujar Ahmad.
Menurut dia, aksi teror yang terjadi di Indonesia pada umumnya oleh oknum agama Islam karena merupakan agama mayoritas.
“Kebetulan di Indonesia itu mayoritas muslim sehingga semua teroris yang kami tangkap dan kami tahan KTP-nya muslim,” ucapnya.
Ahmad mengatakan bahwa terorisme tidak hanya mengatasnamakan agama. Dalam perspektif ketahanan nasional bangsa Indonesia, radikalisme dibagi menjadi tiga, yakni ekstremisme kanan, ekstremisme kiri, dan ekstremisme lainnya.
“Esktremisme kanan atau radikalisme kanan ini yang mengatasnamakan agama, apa pun agamanya,” tutur Ahmad.
Ekstremisme kiri mengatasnamakan paham tertentu, seperti komunisme, sementara ekstremisme lainnya dapat berupa sekularisme dan separatisme.
Ahmad memandang ketiga jenis radikalisme itu sudah pernah terjadi di Indonesia yang berujung pada aksi terorisme maupun pemberontakan.