Semarang, Gatra.com - Jurnalis bersama aktivis pers mahasiswa dan masyarakat di Kota Semarang menggelar demonstrasi menolak revisi UU Penyiaran di depan gerbang Gedung DPRD Jawa Tengah, Kamis (30/5).
Dalam aksinya pengunjuk rasa menggembok gerbang Gedung DPRD Jawa Tengah (Jateng) di Jalan Pahlawan Kota Semarang dan penyiraman kartu pers menggunakan air bunga.
Para pengunjuk rasa antara lain dari PWI Jateng, AJI Semarang, IJTI Jateng, PFI Semarang, LBH Semarang, Aksi Kamisan Semarang, Walhi Jateng, LRCKJHAM, SKM Amanat, LPM Missi, LPM Justisia, LPM Suprema, LPM Dinamika, LPM Hayam Wuruk, LPM Vokal, Forum Persma Semarang Raya, Teater Gema , LBH Apik Semarang, Maring Institute, Perempuan Jurnalis Jawa Tengah, dan LPM Edukasi.
Mereka menolak revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran karena dinilai cenderung mengkerdilkan gerak langkah kebebasan pers dan menyeret masa depan jurnalisme di Indonesia ke era yang semakin kelam.
“Kami menolak pembahasan revisi UU Penyiaran yang berlangsung saat ini karena dinilai cacat prosedur dan merugikan public,” kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang, Aris Mulyawan.
AJI Semarang, imbuh Aris mendesak DPR menghentikan pembahasan revisi UU Penyiaran yang substansinya bertentangan dengan nilai demokrasi, upaya pemberantasan korupsi, dan penegakan hak asasi manusia.
“DPR untuk melibatkan partisipasi publik untuk memastikan tidak ada pasal-pasal multitafsir yang dapat mengebiri kemerdekaan pers. Jangan sampai memberangus kebebasan berpendapat,” tandanya
Sementara, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jateng, Amir Machmud NS menyatakan, menolak poin larangan berita investigasi di revisi UU Penyiaran.
Menurut Amir, investasi sebagai mahkota wartawan tidak boleh dihalangi dengan alasan apapun. Berita investigasi merupakan bagian dari wujud kemerdekaan pers dan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi.
“Berita investigasi harus dijaga, dirawat untuk menjamin kemerdekaan pers. Terpenting harus ditopang oleh verifikasi yang kuat sehingga memenuhi prinsip-prinsip akuntabilitas,” ujarnya.
Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jateng, Teguh Hadi Prayitno menilai beberapa pasal dalam revisi UU Penyiaran dapat mengancam kebebasan pers dan berekpresi.
Apabila revisi UU ini disahkan, maka pemerintah bisa mengendalikan ruang gerak warga negara dan mengkhianati semangat demokrasi yang terwujud melalui UU Pers nomor 40 tahun 1999.
“Kami meminta agar dilakukan pembahasan ulang yang melibatkan dewan pers, organisasi-organisasi pers yang sejalan dengan semangat reformasi dan demokrasi,” ujarnya.
Setelah menyampaikan orasi penolakan revisi UU Penyiaran,para pengunjuk rasa membubarkan diri dengan tertib.