Home Hukum Lelang Aset Tambang Milik Jwasraya Diduga Rugikan Negara Triliunan Rupiah, Ini Dasar Tuduhan IPW

Lelang Aset Tambang Milik Jwasraya Diduga Rugikan Negara Triliunan Rupiah, Ini Dasar Tuduhan IPW

Jakarta, Gatra.com - Kasus Jiwasraya masih menyisakan berbagai kejanggalan, terutama dalam pelelangan aset terdakwa. Hal ini memicu Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) melaporkan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Febrie Ardiansyah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Febrie dilaporkan karena adanya kerugian negara yang timbul akibat proses lelang PT Gunung Bara Utama (PT GBU) sebagai asset yang disita. Namun, Kejaksaan Agung mengeklaim laporan KSST ke KPK itu keliru.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana membantah laporan KSST ke KPK itu. Dia menyebut Jampidsus Febrie tidak terlibat dalam proses lelang saham PT GBU ini. "Proses pelelangan aset PT PBU setelah ada putusan pengadilan MA di 24 Agustus 2021 itu seluruhnya diserahkan ke PPA, jadi tidak ada pelaksanaan lelang oleh Pak Jampidsus, jadi pelaporan ini keliru,” kata Ketut di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta pada Rabu, 29 Mei 2024 lalu.

Ketut menyebut, setelah proses lelang diserahkan ke PPA dan Dirjen KLN Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung sudah tak terlibat dalam lelang ini.

Dia menjelaskan, pada awalnya PT GBU ini diserahkan ke perusahaan milik negara bernama Bukit Asam. Lantaran PT GBU banyak utang dan gugatan, tidak ada yang tertarik untuk menawarnya.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso yang mendampingi KSST dalam pelaporan ke KPK mengungkapkan hal lain. Ia mengaku memiliki bukti bahwa ada permainan yang melibatkan beberapa pihak dalam proses pelelangan termasuk Jampidsus.

"Kenapa sampai ke Jampidsus? Jampidsus itu ketika pelelangan diadakan dia harus memberikan satu rekomendasi karena dia yang bertugas melakukan eksesuksi pemulihan asset," katanya di Jakarta, Ahad (2/6).

"Dia kan yang bertugas nih, kalau aset ini dilelang dia eksesuksi, kemudian memberi penilaian juga apa yang dilelang memenuhi syarat atau tidak? Tetapi kenapa dilelang Rp1,945 triliun? berarti ada selisih yang besar, ini satu fenomena kejanggalan," lanjutnya.

Pemenang lelang ini adalah PT Indobara Putra Mandiri (IUM). Anehnya menurut Sugeng, PT IUM baru dibuat 10 hari sebelum proses lelang dari Kejagung. Proses kejanggalan ini membuat pihak yang terlibat seperti Jampidus ikut terkena sorotan.

Adapun Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang merilis angka Rp1,945 triliun ialah Tri Santi & Rekan. Padahal menurut Sugeng, KJPP ini tidak memiliki kapabilitas dan portfolio dalam membuat appraisal tambang. Hal ini tergambar dari rekaman jejak data klien KJPP Tri Santi & Rekan sepanjang tahun 2023-2024, tidak satu pun yang terkait dengan tambang.

KJPP ini hanya berpengalaman membuat appraisal perusahaan perdagangan umum seperti PT Indotruck Utama, Indojaya Tata Lestari, PT Indomobil Sukses Internasional Tbk, PT Wahana Rejeki Mobilindo Cire, PT Indomatsumoto Press & Dies Industri, PT Rodamas Makmur Motor.

Bahkan apabila mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik, KJPP Tri Santi & Rekan diduga tidak memiliki kewenangan untuk membuat appraisal tambang.

"KPK harus menelisik siapa sebenarnya yang memesan KJPP Tri Santi & Rekan yang tidak memiliki kapabilitas untuk membuat appraisal saham PT GBU yang bergerak dibidang pertambangan batubara," tegas Sugeng.

Padahal dari hasil Dialog Publik yang diselenggarakan KSST pada 15 Mei 2024 terungkap, PT GBU memiliki fasilitas pertambangan dan infrastruktur hauling road, berdasarkan Laporan Keuangan, Audited KAP Anwar & Rekan per 31 Desember 2018 bernilai Rp1,770 triliun.

Nilai fasilitas pertambangan dan infrastruktur bertambah besar, lantaran pada 5 Juli 2019, Adaro Capital Limited memberikan pinjaman dana sebesar US$100 juta atau setara Rp1,4 triliun kepada PT GBU melalui PT TRAM Tbk, untuk membangun jalan hauling dari PT GBU menuju wilayah kerja tambang milik Adaro Group.

"Sehingga berdasarkan fakta ini nilai total pembiayaan fasilitas pertambangan dan infrastruktur milik PT GBU adalah sebesar Rp3,170 triliun. Nilai total keekonomian dan/atau nilai pasar wajar (fair market value) satu paket saham PT GBU sebesar Rp12 Triliun adalah logis dan rasional," jelasnya.

"Kendati lelang menganut prinsip obyek yang dilelang dalam kondisi apa adanya (as is), dengan segala cacat atau risiko fisik maupun non fisik. Maupun konsekuensi biaya tertunggak yang sudah ada maupun yang akan ada diatas obyek lelang. Sedangkan Kajari Kabupaten Kubar, Bayu Pramesti saat melakukan penyitaan asset di lapangan pada tanggal 15 Mei 2023 menyebutkan nilai aset PT GBU sebesar Rp10 triliun," ujarnya.

Sugeng menambahkan, tidak masuk akal jika lelang PT GBU tidak ada peminatnya. Ia mengaku memiliki informasi, setidaknua ada tiga penawar yang berminat dengan nilai penawaran mencapai Rp4 triliun. "Namun konon ditolak oleh oknum pejabat tinggi Kejagung. Nanti kami minta agar tiga penawar ini diperiksa KPK," jelasnya.

Selain Jampidsus Febrie Ardiansyah, pihak terlapor dalam perkara ini adalah Kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung, Pejabat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Lalu, pihak swasta Andrew Hidayat, Budi Simin Santoso, dan Yoga Susilo yang diduga menjadi penerima manfaat (beneficial owner) PT IUM.

Juru bicara bidang penindakan KPK, Ali Fikri mengaku lembaganya bakal menindaklanjuti informasi ini. KPK juga bakal melakukan verifikasi hingga koordinasi lebih lanjut dengan pihak pelapor.

“Yang pasti bahwa kami akan selesaikan laporan masyarakat tersebut sebagaimana ketentuan SOP (standar operasional prosedur) yang berlaku di Direktorat Pelaporan dan Pengaduan Masyarakat,” katanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

397