Jakarta, Gatra.com - Pakar intelijen Indonesia, Jenderal TNI (Purn.) A.M. Hendropriyono memandang, keberadaan Gerakan Pramuka harus tetap menjadi kegiatan ekstrakurikuler yang wajib diikuti para siswa di tanah air.
Hendropriyono mengatakan hal tersebut sesaat sebelum membuka acara Munas VII Warga Jaya Indonesia yang diikuti para pengurus dari seluruh Indonesia. Menurutnya, pramuka masih punya peran penting sehingga ia berharap, Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 ditinjau ulang.
“Harus tetap eksis dan wajib. Pramuka itu kader bangsa. Pramuka itu kan anak-anak yang akan menjadi pemimpin generasi penerus yang jadi pemilik dari negara ini,” kata Hendropriyono dalam keterangannya, Selasa (4/6).
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pertama ini juga mengatakan, dalam men buat peraturan perundang-undangan sejatinya pun harus melibatkan kepentingan masyarakat. Bangsa Indonesia harus punya pikiran sendiri dengan diberikan contoh dan arahan yang bijaksana dari pemerintah.
“Anggota Pramuka mempunyai satu rasa kebangsaan yang tebal. Mereka harus menjadi Pancasilais sejati yang tidak tergerus ke sana ke sini karena kepentingan-kepentingan yang sesaat dan kepentingan politik elektoral," kata dia.
Sebagaimana diketahui, pada 25 Maret 2024 silam, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mencabut kegiatan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di sekolah lewat Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
Sementara itu, Sekjen Kwarnas Pramuka Mayjen TNI (Purn.) Bachtiar Utomo mengatakan, situasi “penghapusan” Pramuka bisa disamakan dengan proxy war, yaitu situasi dimana terjadi aktor-aktor tertentu yang berupaya memecah belah bangsa secara tidak langsung namun bagi pimpinan bangsa yang jeli dapat mendeteksi gejala tersebut.
“Dalam perspektif strategis, ini membahayakan. Itu sebabnya Kemendikbud harus merevisi dan tetap memasukkan kegiatan Pramuka menjadi ekskul wajib atau masuk dalam kokurikuler yang tertuang dalam regulasi formal bukan hanya lisan di media, dan harus ada hitam-putihnya secara nyata dan jelas,” kata Bachtiar.