Mataram, Gatra.com - Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkap 17 kasus peredaran narkoba periode April dan Mei 2024, dengan menetapkan 24 orang tersangka. Pelaku yang tertangkap diketahui sebagai kurir dan bandar.
“Pengungkapan ini hasil informasi dari masyarakat. Para pelaku ditangkap sebagai efek jera. Namun tidak dimungkiri, meskipun sudah masuk penjara tidak membuat kapok. Tak jarang, pelaku kembali mengulangi perbuatan. Rata-rata motifnya masalah ekonomi,” kata Kapolda NTB, Irjen Pol. Raden Umar Faroq, melalui Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Rio Indra Lesmana, Kamis, (6/6).
Ia menjelaskan, dari 24 tersangka tersebut, sebanyak 12 tersangka merupakan residivis. Barang bukti sabu yang disita dalam pengungkapan dua bulan terakhir ini sebanyak 449,886 gram.
Direktur Ditresnarkoba Polda NTB, Kombes Pol. Deddy Supriadi, menambahkan, jika diasumsikan 1 gram sabu dikonsumsi 5 orang, maka bisa menyelamatkan sebanyak 2.249 orang,.
Barang bukti lainnya yang disita berupa ekstasi 139 butir, uang tunai Rp49,7 juta, satu sepeda motor, dan HP 38 unit berbagai merek. Uang tunai itu diduga hasil penjualan sabu.
Ditambahkan, dari 17 kasus yang diungkap, ada 5 kasus menonjol. Di antaranya penangkapan pada 10 Mei lalu yang berlokasi di halaman parkir Hotel Puri Indah, Jalan Sriwijaya, Kelurahan Cilinaya, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram.
Tersangkanya berinisial YA (29) asal Aikmel, Kecamatan Aikmel, Lotim. Polisi menemukan 2 bungkus sabu dengan berat 197,41 gram di dalam jok motor pelaku. Di dalam kamar yang disewa pelaku juga ditemukan alat isap sabu.
“Tersangka ini disuruh oleh seseorang bernama E yang berada di Pekan Baru, Riau, untuk mengambil sabu yang akan diedarkan di wilayah Lotim. Tersangka ini akan mendapatkan upah sabu 10 gram,” ungkapnya.
Kedua,pada 21 Mei dengan mengamankan 2 orang. Masing-masing berinisial JA (39) dan LK (21) warga Desa Jembatan Kembar, Lobar. “Tersangka JA ini merupakan residivis tahun 2021," ujarnya.
Kedua pelaku ditangkap di rumah JA. Saat digeledah, polisi mendapatkan barang bukti 8 plastik sabu dengan berat 45,091 gram. “JA ini berperan sebagai bandar, sedangkan LK sebagai orang yang membantu menjual,” sebutnya.
Pelaku JA mendapatkan sabu yang dijual dari seseorang yang berinisial S. Saat ini masih dalam pengejaran. Sabu yang didapatkan kemudian dipecah oleh JA dengan harga bervariasi. “Ada yang dipecah mulai dari harga Rp300 ribu hingga Rp1,2 juta.
Kasus menonjol ketiga, hasil pengungkapan pada 22 Mei. Pelaku yang ditangkap berinisial R (31), warga Desa Gereneng Timur, Kecamatan Sakra Timur, Lotim. R ditangkap di rumahnya dengan barang bukti sabu seberat 148,226 gram. R juga seorang residivis tahun 2021.
Keempat pada 23 Mei, polisi mengamankan seorang warga Karang Dalam, Kecamatan Praya Barat, Loteng berinisial LIK (27). Pelaku ditangkap di Pelabuhan Lembar, Lobar, dengan barang bukti ekstasi 139 butir.
Pelaku mendapatkan ekstasi itu dari seseorang berinisial A melalui HP di wilayah Denpasar, Bali. Transaksi ekstasi itu menggunakan sistem ranjau (ditaruh di lokasi tertentu). Untuk A, saat ini masih dalam pengejaran. “Rencananya, ekstasi itu akan diedarkan di wilayah Loteng,” katanya.
Pengungkapan terakhir yang menonjol ialah penangkapan seorang residivis tahun 2016 berinisial IA (34) asal Lape, Kecamatan Lape, Kabupaten Sumbawa. Pelaku ditangkap di rumahnya dengan barang bukti 95 poket sabu siap edar.
“Beratnya 26,061 gram. Kita juga mengamankan uang tunai Rp12,6 juta hasil penjualan sabu bulan Mei,” ungkapnya.
IA membeli sabu dari seseorang berinisial O yang kini dalam pengejaran sebanyak 150 gram, seharga Rp167 juta. Per gram sabu itu harganya Rp1,2 juta. “Sebanyak 130 gram sabu itu sudah laku terjual,” katanya.
Pelaku mendapatkan keuntungan Rp50 ribu per gram sabu yang terjual. Dalam menjajakan barang haram tersebut, pelaku menjualnya dengan harga bervariasi, mulai dari Rp100 ribu. “Dijual dengan harga mulai dari Rp100 ribu per poket hingga Rp1,2 juta per gram,” tegasnya.
Para tersangka yang diamankan, diancam Pasal 112 Ayat (2), Pasal 114 Ayat (2) junto Pasal 132 Ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mereka dapat dipidana maksimal hukuman mati dan pidana penjara seumur hidup, atau paling lama hukuman penjara 20 tahun.
Polda NTB memusnahkan barang bukti hasil pengungkapan periode Maret hingga Mei 2024 itu. Barang bukti yang dimusnahkan berupa sabu 710,417 gram, ganja 4.130,12 gram, dan minuman beralkohol (minol) 9.246 botol.
“Barang bukti dimusnahkan ini merupakan barang bukti yang telah mendapatkan penetapan penyitaan dari pengadilan negeri,” tandas Deddy.
Miras yang dimusnahkan beragam. Ada juga minol habis kedaluwarsa tetapi label kemasan diganti dengan yang palsu kemudian diedarkan. “Minol kedaluwarsa yang dimusnahkan jumlah 7. 917 botol,” sebutnya.
Dalam pemusnahan minol tersebut, Polda NTB menggolongkannya dalam tiga kategori berdasarkan tingkat kandungan alcohol. Untuk golongan A dengan kadar alkohol paling tinggi 5 persen sebanyak 7.917 botol.
Golongan B dengan kadar alkohol 5-20 persen sebanyak 1.270 botol, dan golongan C dengan kadar alkohol 20-45 persen sebanyak 59 botol. Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar untuk barang bukti berupa sabu dan ganja. Sedangkan minol tersebut dituang ke dalam ember yang kemudian dibuang.