Home Liputan Haji Bacalah! Dan Cahaya Firman pun Berpendar ke Seluruh Semesta

Bacalah! Dan Cahaya Firman pun Berpendar ke Seluruh Semesta

Makkah, Gatra.com- Batu hitam prismatik itu saling bertumpuk sedemikian rupa sehingga membentuk celah pintu yang cukup dimasuki satu manusia dewasa. Begitu masuk kurang lebih sepuluh meter, batu hitam lainnya melintang membentuk dua pintu. Pintu kecil  (kanan) berada di lantai yang landai hanya cukup dilewati manusia dewasa berbadan kurus. Pintu lainnya yang lebih besar harus menaiki batu sekitar satu meter. Cukup untuk orang berbadan gemuk. Pintu besar ini lebih sering dilewati terlihat dari permukaan batu yang licin dan mengkilap.

Melintasi dua pintu dalam itu, kita sampai di ruang terbuka yang cukup menampung sekitar lima belas orang. Dari ruang terbuka ini kita bisa melihat menara masjidil Haram yang berjarak 4 kilometer. Juga bisa melihat jam Makkah. Seluruh penjuru mata angin kota Makkah bisa kita lihat dari sini. Di utara ruang terbuka itu terdapat ceruk sedalam sekitar 4 meter lebar 1,5 meter. Ceruk itu menjadi semacam mihrab yang tepat menghadap ke Masjidil Haram. Itulah gua Hira tempat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu untuk pertama kalinya.

Di ceruk itu ada sajadah yang membentang cukup untuh shalat satu orang. Di samping sajadah itu ada batu rata yang bisa digunakan juga untuk shalat sambil duduk. Pagi itu, 7/6, sekitar 10 orang antre untuk sahalat di gua Hira. "Cepat, cepat!" kata Abdurrahman sambil memukul-mukulkan botol plastik air kemasan ke batu. Karena yang mengantre bukan hanya orang Indonesia saja, tentunya mereka tidak paham yang dikatakan Abdurrahman.

Penjaga gua Hira itu meminta jemaah bergantian shalat. Usai shalat jemaah nampak menciumi baru hitam prismatik yang menjadi dinding ceruk. Batu hitam itu pun nampak mengkilat. Batu-batu hitam berbilah ramping berbentuk berlian pada penampang melintang itu memang saksi bisu ketika Nabi SAW menerima wahyu.

"Bacalah!" dan cahaya firman pun berpendar ke seluruh semesta. Hira berarti berlian. Dia bertengger di puncak Jabal Nur (Gunung Cahaya). "Permata yang memancarkan cahaya wahyu Alquran terhadap semesta alam sepanjang zaman," kata Aswadi Syuhada, guru besar Universitas Islam Sunan Ampel Surabaya.

Gua Hira memang tidak terlalu penting sebelum Islam. Namanya berasal dari hira (permata). Dibutuhkan 2,5 kilometer berjalan kaki untuk mencapainya, panjangnya sekitar 3,7 m (12 kaki) dan lebar 1,60 m (5 kaki 3 inci). Letaknya di ketinggian 640 meter, di puncak Jabal Nur. Untuk mencapainya kita harus berjalan kaki dari Kompleks Taman Gua Hira yang terdiri dari banyak toko-toko souvenir, cafe dan restoran, yang salah satunya menjual Bakso Onta.

Perjalanan 2,5 kilometer ditempuh 1 hingga 3 jam. Kurang lebih 1200 anak tangga harus kita naiki. Ada juga yang mengatakan 1750 anak tangga. Untuk mengunjunginya di siang hari tidak disarankan, karena cuaca akan sangat panas. Malam hari dan pagi hari bisa dipertimbangkan sebagai opsi untuk mengunjunginya. Suguhan pemandangan Kota Makkah yang bermandi cahaya juga sangat memikat untuk perjalanan malam hari. Jik aingin ke Hira harus membawa bekal air yang cukup. Bila perlu membawa sampai 2 liter air.

Setelah mendaki di puncak jabal Nur, kita harus turun sekitar dua puluh meter untuk sampai di depan pintu celah menuju gua Hira. Tempat ini memang sangat terpencil dan tepat untuk muraqabah (merenung) dan tahannuth (menyendiri). Di sinilah, di puncak Jabal Nur, Nabi Muhammad bertahannuth selama sebulan setiap tahun.

Jabal Nur sendiri tingginya hanya 640 meter. Namun, diperlukan waktu satu hingga dua jam untuk melakukan pendakian berat ke gua Hira. Individu yang sehat sekalipun, memakan waktu antara setengah jam hingga satu setengah jam untuk mencapainya. "Tidak terbayang perjuangan Nabi SAW ke gua Hira. Saya sampai bersimbah peluh. Harus beristirahat beberapa kali," kata Heri, jemaah haji asal Riau.

Heri merasa lega setelah berhasil menapakkan kakinya ke gua Hira. Karena di Gua Hira, Nabi Muhammad SAW mendapat wahyu pertamanya dan menerima lima ayat Alquran surat Al Alaq. "Bacalah!" dan cahaya firman pun berpendar ke seluruh semesta. Malam tanggal turunnya wahyu pertama disebut sebagai Lailatul Qadr (Malam Kemuliaan). Kejadian itu bertepatan dengan bulan Agustus 610 M.

Sebelum turunnya wahyu pertama, Nabi Muhammad SAW mendapat mimpi transendental, yang merupakan tanda-tanda bahwa kenabiannya telah dimulai. Batu-batu di Makkah akan menyambutnya dengan salam. Mimpi-mimpi ini berlangsung selama enam bulan. Nabi pun sering merenung (muraqabah) di perbukitan berbatu yang mengelilingi Makkah. Beliau mengambil bekal dan memberi makan orang-orang miskin yang datang kepadanya. Sebelum pulang ke keluarganya untuk mendapatkan bekal lebih banyak, belaiu thawaf mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali. "Bacalah!" dan cahaya firman pun berpendar ke seluruh semesta.

492