Jakarta, Gatra.com - Ekosistem pemajuan kebudayaan yang dihela melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan kini menunjukan percepatan. Upaya ini diwujudkan dari persentase daerah yang sudah memiliki dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) kini telah mencapai 92%.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid mengatakan, dokumen tersebut menjadi sebuah realisasi nyata dari upaya pemajuan kebudayaan di daerah yang kini makin terimplementasi dalam bentuk aturan turunan beleid UU, baik dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) maupun peraturan kepala daerah.
“Tentu ini masih berproses terus karena pemahaman, komitmen dan ketersediaan sumber daya untuk memajukan kebudayaan di daerah yang sangat bervariasi,” ujar Hilmar dalam konferensi pers di Kantor Kemendikbudristek, Jumat (21/6).
Terlebih, Hilmar juga menyoroti geliat yang kian muncul dari ekosistem budaya di daerah untuk lebih mendekatkan diri dengan sektor kebudayaan. Pelaku budaya pun, kini banyak dirangkul untuk mengisi pos-pos strategis dalam upaya pemajuan kebudayaan tersebut.
“Sekarang pun ada sebuah kebanggaan terhadap orang-orang yang diberi mandat untuk mengurusi kebudayaan. Artinya, kebudayaan kini punya nilai dan kontribusi terhadap pembangunan yang menyeluruh,” beber dia.
Dalam perjalanannya, Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan telah membawa transformasi signifikan dalam pengelolaan kebudayaan di Indonesia. Perencanaan kebijakan kini bersifat partisipatif, melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan secara langsung (bottom-up).
Hilmar mengatakan, pemerintah pun beralih peran dari eksekutor menjadi fasilitator, mendukung inisiatif dan aspirasi masyarakat dalam memajukan kebudayaan.
Fokus intervensi kebijakan juga mengalami pergeseran, dari yang semula terpaku pada cabang-cabang budaya tertentu, menjadi pendekatan holistik pada ekosistem kebudayaan secara keseluruhan.
“Undang-undang ini memiliki peran penting dalam mengaktifkan peran pemerintah sebagai fasilitator dan memperkuat ekosistem kebudayaan,” ujarnya.