Home Nasional “Yang Tak Pernah Hilang”: Memorialisasi Herman Hendrawan dan Bima Petrus

“Yang Tak Pernah Hilang”: Memorialisasi Herman Hendrawan dan Bima Petrus

Jakarta, Gatra.com - Sudah 26 tahun reformasi bergulir, namun masih banyak keluarga dan sahabat yang mencari keberadaan dari para aktivis '98 yang sampai pada hari ini tidak juga jelas nasibnya. Pada Sabtu (23/6), Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) menyelenggarakan acara screening sebuah film berjudul “Yang Tak Pernah Hilang”. Film ini didedikasikan untuk dua aktivis '98 yakni Herman Hendrawan dan Bima Petrus. Keduanya merupakan mahasiswa Universitas Airlangga, Surabaya.

Film ini menceritakan kisah hidup Herman dan Bima sedari kecil yang dikisahkan oleh orang orang terdekat termasuk teman dan keluarganya. Herman yang merupakan kelahiran Pangkal Pinang dan Bima yang merupakan seorang pemuda Katolik dari Malang dikisahkan secara apik dalam film ini.

Film ini juga menitikberatkan bagaimana teman teman Herman dan Bima khususnya dari FISIP Universitas Airlangga dalam usaha mereka dalam mereformasi negara Indonesia dari pengaruh Orde Baru. 

Ketua IKOHI Jawa Timur, Dandik Katjasungkana mengatakan, generasi '98 memiliki utang sejarah yang harus dilunasi dengan cara mengabadikan mereka berdua dalam bentuk film. Lalu, motif dari pembuatan film ini semata-mata merupakan kekecewaan terhadap pemerintahan Joko Widodo, terlebih ketika Prabowo Subianto dirangkul masuk kabinet.

“Ketiga, menjadi bagian dari upaya gerakan memorialisasi, maknanya adalah memberi penanda bahwa pernah terjadi pada suatu masa terjadi tragedi kemanusiaan yang sampai sekarang belum diselesaikan,” ujar Dandik yang juga produser dari film tersebut.

 

Dalam penayangan screening film tersebut di XXI Epicentrum, Jakarta Selatan, datang pula ayah dari Bima Petrus, Dionysius Utomo Rahardjo. Ssuasana emosional dalam penayangan film tersebut sangat terasa, khususnya ketika terdapat adegan Presiden Joko Widodo membacakan Inpres no. 2 tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, para penonton pun bersorak sebab Presiden Joko Widodo dinilai tidak menepati janjinya dalam menuntaskan salah satu dari sekian pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia.

52