Home Kesehatan Gelar Indonesia Dengue Summit 2024, Vaksinasi Turunkan Keparahan DBD

Gelar Indonesia Dengue Summit 2024, Vaksinasi Turunkan Keparahan DBD

Jakarta, Gatra.com– Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta (IDAI JAYA) didukung oleh PT Takeda Innovative Medicines menyelenggarakan Indonesia Dengue Summit yang pertama, sebuah acara peningkatan kapasitas bagi tenaga kesehatan, serta edukasi mendalam bagi masyarakat seputar penyakit Demam Berdarah Dengue/DBD. Acara ini salah satunya mengambil momentum ASEAN Dengue Day yang diperingati pada tanggal 15 Juni setiap tahunnya.

Dalam kesempatan itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Direktorat Jenderal P2P Kementerian Kesehatan RI, dr. Imran Pambudi, MPHM mengatakan, sampai saat ini, pencegahan dan pengendalian DBD di Indonesia berfokus lebih berat pada pengendalian vektor yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat. "Sejak tahun 1980-an, kita telah menjalankan Gerakan 3M Plus secara berkelanjutan, dilanjutkan dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) dan baru-baru ini, kami memperkenalkan teknologi nyamuk ber-Wolbachia sebagai bagian tambahan dari program yang ada," katanya pada acara Temu Media Indonesia Dengue Summit 2024, Minggu (23/6).

Meskipun semua upaya ini telah dilakukan, lanjut dr Imran, kasus demam berdarah di Indonesia masih menunjukkan peningkatan yang signifikan. "Kami yakin bahwa pendekatan inovatif lainnya diperlukan untuk mengatasi tantangan ini. Karena itulah, Kementerian Kesehatan terus menguatkan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk
sektor swasta, dan berkomitmen menerapkan pendekatan-pendekatan inovatif, termasuk melalui vaksinasi," ungkapnya.

Baca juga: Fakta Nyamuk ber-Wolbachia, Berhasil Turunkan Kasus DBD

Menurut dia, hal ini sejalan dengan pilar kelima dan keenam dari Strategi Nasional Penanggulangan Dengue yang telah Pemerintah canangkan di tahun 2021. dr. Imran menambahkan bahwa selain keterlibatan masyarakat, setiap tingkatan pemerintahan harus bersatu untuk mengimplementasikan strategi ini, di mana pemerintah daerah memegang peran yang sangat penting dalam upaya pencegahan DBD di Indonesia.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), DBD adalah salah satu ancaman utama kesehatan masyarakat di dunia. Insiden DBD meningkat secara signifikan di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir, dengan kasus yang dilaporkan kepada WHO naik dari 505.430 kasus pada tahun 2000 menjadi 5,2 juta pada tahun 2019.

Jumlah kasus demam berdarah tertinggi tercatat pada tahun 2023, yang memengaruhi lebih dari 80 negara di seluruh wilayah WHO. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan mencatat hingga minggu ke-23 tahun 2024 saja, terdapat 131.501 kasus DBD dengan kematian sebanyak 799 kasus.

Angka kasus kejadian tersebut lebih tinggi dari kumulatif kasus DBD di tahun 2023 yaitu 114.720 kasus. Dimana mendekati total kasus kematian sepanjang tahun 2023 yaitu 894 kasus.

​​​​Baca juga: Pentingnya Peran Masyarakat dalam Perlindungan Keluarga terhadap Ancaman Dengue

Sementara itu, Prof. Dr. dr. Rismala Dewi, Sp.A(K), Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta menuturkan, pentingnya pencegahan DBD yang terintegrasi dan komprehensif. Oleh karena itu, organisasi profesi, termasuk salah satunya adalah IDAI, merekomendasikan imunisasi DBD kepada anak-anak usia 6-18 tahun.

"Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan perlindungan optimal kepada anak-anak, yang merupakan kelompok paling rentan terhadap infeksi dengue, tetapi juga untuk secara signifikan mengurangi risiko kematian akibat penyakit ini. Untuk itu, mari bersama-sama kita lindungi generasi muda kita dari ancaman DBD dengan vaksinasi," papar Prof Rismala.

Ketua Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Prof. Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K) memaparkan bahwa dengue atau yang sering disebut sebagai DBD merupakan penyakit yang dapat menjangkit siapa saja tanpa memandang usia, di mana mereka tinggal, maupun gaya hidup. “Di negara atau wilayah dengan tingkat penularan DBD yang tinggi, anak-anak dan orang dewasa muda cenderung menjadi yang paling terkena dampaknya, dengan angka kematian lebih tinggi pada anak-anak,".jelasnya.

Sayangnya, lanjut dia, di masyarakat masih banyak terjadi miskonsepsi tentang DBD dan menganggap penyakit ini tidak berbahaya. "Masih banyak orang yang berpikir bahwa apabila sudah pernah terkena DBD, maka mereka aman dan menjadi kebal. Padahal, tidak begitu," tegas dia.

Menurut dia, masyarakat perlu memahami bahwa virus dengue terdiri dari empat serotipe. Di mana apabila seseorang telah terjangkit satu serotipe, mereka masih bisa terjangkit serotipe yang lain, dan infeksi yang kedua dan seterusnya berpotensi lebih parah. Bahkan bisa menyebabkan kematian.

“Untuk itu, tindakan pencegahan yang terintegrasi sangat diperlukan untuk melawan DBD, seperti melalui pengendalian vektor. Selain itu, kita juga perlu untuk mencegah infeksi dan melakukan upaya untuk mengurangi keparahan penyakit apabila sampai terjangkit," ungkap Prof. Sri.

Salah satu inovasi yang saat ini direkomendasikan oleh beberapa organisasi profesi di Indonesia, baik oleh IDAI, PAPDI, maupun PERDOKI adalah melalui program vaksinasi. Dalam tatalaksana DBD yang diterbitkan UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI tahun 2023 juga disebutkan bahwa pasien setelah terinfeksi dan rawat inap akibat dengue dapat diberikan vaksinasi 1-3 bulan kemudian dengan meningkatkan kekebalan masyarakat, akan sangat membantu menurunkan tingkat keparahan
serta risiko kematian akibat DBD.

Prof. Sri menambahkan bahwa baru-baru ini WHO telah mengeluarkan rekomendasi untuk mengenalkan inovasi vaksinasi dengue bagi negara atau wilayah dengan intensitas penyebaran DBD yang tinggi ke dalam program imunisasi nasional.

Baca juga: DBD Merajalela, Puluhan Warga di Jepara Meninggal Dunia, Mayoritas Anak-Anak

Ketua Komite Daerah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Kalimantan Timur, dr. William S. Tjeng, Sp.A(K) turut memaparkan informasi seputar program vaksinasi DBD yang saat ini sedang dijalankan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur. Menurutnya, sejauh ini program imunisasi berjalan dengan baik.

“Kalimantan Timur merupakan daerah endemik DBD dengan angka kejadian (Incidence Rate/IR) yang selalu berada di atas target nasional, yaitu 10/100.000 penduduk," jelasnya. Oleh karena itu, Dinkes Provinsi Kalimantan Timur berinisiatif melaksanakan pilot program imunisasi DBD di kota Balikpapan dengan target 9.800 anak-anak SD usia 6-14 tahun.

Sampai dengan bulan Februari 2024, tercatat hampir 99% peserta telah mendapatkan dosis pertama, dan vaksin dapat ditoleransi dengan baik. “Melihat perjalanan program sampai saat ini, serta kasus DBD yang masih terus fluktuatif di Indonesia, ke depannya
Dinkes Kalimantan Timur akan meneruskan program imunisasi ke kota Samarinda dengan target 2.750 anak-anak rentang usia yang sama,” pungkas dr. William.

181