Jakarta, Gatra.com - President Energy Industries Asia ABB, Anders Maltesen, menyebutkan 70 persen penyumbang utama emisi karbon di Indonesia berasal dari 4 (empat) sektor industri.
“Ada banyak bahan bakar fosil yang digunakan dalam industri yang menghasilkan CO2. 70 persen CO2 yang dihasilkan berasal dari empat industri,” katanya dalam acara Diskusi Media Bersama ABB Energy Industries, Jakarta, Selasa (25/6).
Keempat industri yang dimaksud adalah industri besi dan baja, semen, kimia, dan petrokimia. Namun demikian, Anders turut memaparkan ada solusi untuk mengurangi emisi karbon yang berasal dari industri-industri tersebut.
“Jadi, keempat industri ini 70 persen. Sekarang, bisakah kita melakukan sesuatu? Ya, kita bisa dengan elektrifikasi. Ketika kita mengkonversi pembakaran bahan bakar fosil, minyak, gas, dan batubara menggunakan tenaga listrik, maka pada dasarnya kita memproduksi tenaga dari sumber terbarukan,” paparnya.
Lebih lanjut, dengan mengubah semua proses pembakaran menggunakan kekuatan elektrik, kata dia, bisa juga membantu mengurangi kebutuhan bahan bakar minyak.
Selain elektrifikasi, solusi lainnya adalah memanfaatkan sumber gas yang lebih ramah lingkungan. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar dalam memproduksi gas alam cair atau Liquified Natural Gas (LNG).
“Kita memasang gas yang menghasilkan CO2 untuk mengendalikan kompresor. Di masa depan, jika kita mengundurkan gas, memasang motor elektrik dengan kontrol penggerak, pada dasarnya kita bisa mengendalikan prosesnya, menurunkan energi yang datang dari sumber daya migas,” tutur Anders.
Namun demikian, Anders menegaskan bahwa untuk melakukan itu semua butuh kolaborasi dengan seluruh stakeholders, baik itu Pemerintah, akademisi, dan industri. Jika tidak berkolaborasi, akan sulit mencapai target penekanan emisi karbon.
“Kolaborasi adalah kuncinya. Jika kita tidak berkolaborasi, ada potensi tidak bisa mencapai tujuan yang besar. Jadi kolaborasi adalah hal yang sangat penting bagi kami dan seluruh pemangku kepentingan,” katanya.
Tak hanya itu, Anders juga mengingatkan Indonesia perlu mempercepat pengembangan energi baru terbarukan (EBT) seperti panas bumi (geothermal), air, solar, dan angin karena potensi yang dimiliki sangat besar.
Menilik keterangan ABB, Indonesia disebut berpotensi menjadi pusat energi berkelanjutan di kancah global. Hal ini dijelaskan melalui kapasitas sumber daya terbarukan yang sangat menjanjikan.
Termasuk lebih dari 550 GW tenaga surya, 450 GW tenaga angin, 100 GW tenaga air, 10 GW tenaga panas bumi, dan 20 GW biomassa. “Memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk mewujudkan sektor tenaga listrik bersih,” kata Anders.