Jakarta, Gatra.com – Dokter Spesialis Anak Konsultan Alergi Imunologi Prof. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K) menyampaikan, orang tua harus mengenali sejumlah ciri atau gejala balita alergi susu sapi (ASS).
Dekan Fakultas Kedokteran President University Jababeka, Cikarang, Bekasi, tersebut dalam webinar bertajuk “Tangani Alergi Susu Sapi (ASS) pada Anak dengan Cepat dan Tepat sebelum Terlambat” pada Selasa, (25/6), menyampaikan, gejala ASS pada Anak dapat berbeda-beda.
“Tapi beberapa yang paling umum meliputi ruam pada kulit, gatal-gatal, bahkan diare,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Prof. Budi, ASS juga dapat menyebabkan masalah pernapasan yang serius, seperti anafilaksis. Umumnya, anak yang mengalami alergi susu sapi dapat mengatasi alergi (mengalami remisi) seiring bertambahnya usia, biasanya antara usia tiga hingga lima tahun.
“Namun, ada sebagian kecil anak yang mungkin tetap memiliki alergi hingga dewasa,” ujarnya.
Menurut Prof. Budi, penanganan yang cepat dan tepat sangat penting untuk mencegah dampak buruk yang lebih serius dan memastikan anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.
Lebih lanjut ia menyampaikan, dampak ASS dapat bervariasi dari ringan hingga berat dan dapat memengaruhi berbagai sistem dalam tubuh. Dalam jangka pendek, ASS dapat menyebabkan ketidaknyamanan, serta kesulitan makan dan tidur.
Sedangkan dampak jangka panjangnya, dapat mencakup berat badan yang tidak optimal, malnutrisi, dan keterlambatan pertumbuhan. Selain itu, sifat alergi yang persisten dapat meningkatkan risiko perkembangan kondisi atopik lain, seperti asma atau eksim di kemudian hari.
Prof. Budi dalam webinar gelaran Nutricia berkolaborasi dengan PrimaKu tersebut lebih lanjut menjelaskan bahwa alergi susu sapi terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap protein dalam susu sapi yang dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan anak jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
Alergi susu sapi adalah alergi makanan yang paling umum pada awal masa kanak-kanak, dengan insidensi 2–3% pada tahun pertama kehidupan. Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan bahwa prevalensi ASS pada anak Indonesia sekitar 2–7,5%.
Ia mengungkapkan, protein susu sapi menjadi alergen kedua yang paling umum setelah telur. Oleh sebab itu, penanganan cepat dan tepat sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya dampak jangka panjang dan memastikan pertumbuhan serta perkembangan anak tidak terganggu.
Corporate Communication Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin, menyampaikan, Nutricia merupakan perusahaan yang fokus pada pemenuhan gizi pada tahap awal kehidupan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesehatan dan perkembangan anak melalui nutrisi yang optimal.
Selain itu, lanjut Arif, Nutricia juga berinvestasi dalam riset dan pengembangan dengan berbagai mitra global, termasuk orang tua, praktisi kesehatan, universitas, dan lembaga pemerintah.
Ia menjelaskan, webinar ini bertujuan untuk menekankan mengenai dampak jangka pendek dan jangka panjang alergi susu sapi terhadap perkembangan anak, serta pentingnya penanganan yang cepat dan tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.
“Sebagai perusahaan yang berfokus pada nutrisi di Indonesia, Nutricia menyadari bahwa ASS menjadi alergen makanan kedua dan paling umum yang dialami oleh anak Indonesia,” katanya.
Atas dasar itu, penanganannya harus dilakukan secepat dan setepat mungkin untuk menghindari dampak yang terjadi di kemudian hari. Sesuai komitmen Nutricia yang hadir untuk membawa kesehatan kepada masyarakat, program Bicara Gizi ini secara konsisten kami lakukan untuk memberikan edukasi kepada para orang tua.
“Edukasi mengenai pentingnya nutrisi dan pola asuh untuk mendukung tumbuh kembang optimal anak Indonesia,” ujar Arif.