Jakarta, Gatra.com - Rencana pemasangan chattra di puncak Candi Borobudur kian matang.
Bahkan pemasangan yang diinisiasi oleh umat Buddha ini terus mendapat dukungan dan masukan positif dari berbagai pihak karena dinilai akan memperkuat aspek spiritualitas serta memberikan banyak manfaat lain.
Mereka mendorong agar chattra segera bisa dipasang karena prosedur dan tahapan pemasangan telah terlampaui. Hal ini mengemuka dalam Uji Publik Bentuk dan Material Chattra Candi Borobudur yang digelar di Jakarta, Rabu (17/7).
Baca Juga: Institut Nalanda Jadi Kampus Buddha Pertama Berlevel Tertinggi
Uji publik yang berlangsung secara hybrid (daring dan luring) ini dilakukan setelah Tim Kajian Dampak Cagar Budaya (KDCB) Pemasangan Chattra pada Stupa Induk Candi Borobudur merampungkan tahapan outstanding universal value dan daya tarik Candi Borobudur.
Forum ini antara lain menghadirkan Duta Besar Republik Indonesia untuk UNESCO Prof Ismunandar, Staf Pengajar pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Daud Aris Tanudirjo, Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mego Pinandito.
Adapula, Ahli Muda Warisan Budaya Ditjen Kebudayaan Anton Wibisono, Dr Itje Chodidjah, Judi Wahyudin, perwakilan kementerian/lembaga terkait komunitas Buddha, dan perwakilan komunitas-komunitas di Kawasan Candi Borobudur.
Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama Supriyadi mengatakan, dalam kegiatan uji publik, para peserta telah memberikan banyak dukungan dan saran positif untuk pemasangan chattra.
Uji publik ini juga menyepakati perlunya segera dilakukan kajian teknis dan detail engineering design (DED). Prosesnya diharapkan tetap mengedepankan penguatan pendekatan pemanfaatan untuk umat Budhha dan mempertimbangkan aspek autentisitas maupun ketentuan-ketentuan yang terkait.
“Uji publik telah menghasilkan beberapa poin kesepakatan dan dukungan atas kajian teknis serta DED. Untuk itu kiranya perlu bisa segera diterbitkan izin rekonstruksi Chattra di Stupa Induk Candi Borobudur,” ujar Supriyadi.
Terkait tahapan rekonstruksi ini, pihaknya akan bersurat ke Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Dia berharap, adanya kesepahaman yang sudah terjalin berbagai pihak ini bisa mempercepat pemasangan chattra.
Dalam uji publik, setidaknya ada tiga isu utama yang dibahas yakni terkait bentuk dan material chattra; spiritualitas dan filosofi chattra; dan konstruksi chattra.
Ketua Tim KDCB Pemasangan Chattra Irfan Mahmud mengatakan, dengan selesainya uji publik maka rencana pemasangan chattra bisa dilanjutkan tahapan selanjutnya. Irfan menegaskan, pemasangan chattra akan mempertimbangkan masukan yang muncul dalam uji publik seperti dari PUPR.
Menurut dia, pemasangan chattra akan meneguhkan kembali Jawa (Indonesia) sebagai salah satu sumber pengetahuan arsitektur dengan keunikan dan menvisualisasikan akar pengaruhnya, terutama di Kawasan Asia Tenggara (Khamer, Champa, Thailand Selatan).
“Ini menunjukkan ‘local genius’ ciri visual langgam Buddha-Jawa dan mewujudkan stupa dalam konsep holistik (lapik, padma, Anda, Harmika, Yasti, dan chattra) versi Indonesia,” katanya.
Dr Daud Aris Tanudirjo, pengamat budaya dari UGM memberikan penjelasan mengenai Kajian Dampak Cagar Budaya (KDCB) dan poin penting untuk melanjutkan pemasangan chattra.
Oleh UNESCO, kata dia, Borobudur sudah diperbolehkan untuk kegiatan peribadatan Buddha, sehingga ada peluang untuk melanjutkan pemasangan chattra yaitu dengan pendekatan keberlanjutan (sustainable use).
Baca Juga: Dirjen Bimas Buddha: Kita Harus Cermat Merespon Kebutuhan Masyarakat
“Jadi pengelolaan ini membolehkan ada perubahan. Untuk mempertahankan keaslian dan keutuhan itu tidak berat. Kalau kita melihat ada konsep sustainable conservation, nah ini konsepnya demi keberlanjutan. Keberlanjutannya itu adalah untuk peribadatan umat Buddha, maka akan membolehkan perubahan yang sesuai, tapi terkendali,” jelasnya.
Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mego Pinandito mengatakan bahwa hal-hal yang terkait dengan pengelolaan, pemanfaatan dan ada perubahan pada Candi Borobudur perlu dilakukan secara hati-hati karena peninggalan bersejarah ini bukan hanya milik Indonesia lagi tapi juga milik dunia.
Sedang Duta Besar Republik Indonesia untuk UNESCO Prof Ismunandar dalam kesempatan itu menggarisbawahi mengenai informasi pemasangan Chattra ke UNESCO, termasuk kajian dampak dari segala aspeknya.
“Pemberitahuan awal kepada UNESCO melalui KNIU dengan melampirkan dokumen-dokumen hasil kajian ini yang berisi kajian-kajian dampak ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya untuk memitigasi masalah yang timbul,” jelasnya.