Jakarta, Gatra.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa ada penambahan jumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang mengikuti perdagangan karbon di Bursa Karbon Indonesia pada 2024.
Sekretaris Jendral (Sekjen) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menjelaskan, pada 2024 sebanyak 146 PLTU yang ikut perdagangan karbon. Jumlah tersebut naik dibanding tahun 2023 lalu yang tercatat sebesar 99 PLTU.
“Untuk tahun ini jumlah peserta menjadi 146 unit dengan adanya tambahan kapasitas unit PLTU batubara dengan kapasitas yang lebih besar atau sama dengan 25 MW,” kata Dadan dalam acara webinar Perdagangan dan Bursa Karbon Indonesia yang digelar Gatra Media Group secara virtual pada Selasa (23/7).
Menurut Dadan, pihaknya akan terus meningkatkan peserta yang ikut di dalam perdagangan karbon secara khusus untuk pembangkit tenaga listrik.
Lebih lanjut, Dadan menjelaskan bahwa, hasil transaksi perdagangan di bursa karnon pada 2023 lalu mencapai 7,1 juta ton CO2 equivalent atau senilai Rp84,17 miliar. Adapun, 7,04 juta ton berasal dari transaksi perdagangan emisi melalui mekanisme langsung.
“Dalam rangka mendukung pelaksanaan perdagangan karbon melalui Bursa Karbon, kami juga telah memiliki kerjasama dengan Bursa Karbon untuk mendukung pelaksanaan ini,” jelasnya.
Untuk diketahui, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) secara resmi meluncurkan sekaligus membuka Perdagangan Perdana Bursa Karbon Indonesia, di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), di Jakarta, Selasa (26/9/2023). Presiden mengatakan keberadaan Bursa Karbon Indonesia ini, merupakan bentuk kontribusi nyata Indonesia terdapat upaya menangani dampak dari perubahan iklim.
“Ini adalah kontribusi nyata Indonesia untuk berjuang bersama dunia melawan krisis iklim, melawan krisis perubahan iklim, di mana hasil dari perdagangan ini akan direinvestasikan kembali pada upaya menjaga lingkungan, khususnya melalui pengurangan emisi karbon,” ujarnya.
Adapun, Indonesia sendiri memiliki potensi yang luar biasa dalam nature-based solutions dan menjadi satu-satunya negara yang sekitar 60% pemenuhan pengurangan emisi karbonnya berasal dari sektor alam. Berdasarkan catatan Presiden, terdapat kurang lebih 1 gigaton karbondioksida (CO2) potensi kredit karbon yang bisa ditangkap.