Home Politik Vero Koman, Jokowi, dan Darurat Sejarah yang Tidak Tuntas

Vero Koman, Jokowi, dan Darurat Sejarah yang Tidak Tuntas

Jakarta, Gatra.com - Intelektual publik Rocky Gerung mengatakan bahwa satu-satunya orang yang dapat memberikan akses informasi di Papua, Veronica Koman, dicabut hak-haknya oleh negara dan presiden tidak bereaksi mengenai hal tersebut. "Kita enggak punya akses. Orang yang seharusnya kita percaya sebagai pemberi akses seperti Veronica Koman, justru menjadi pengungsi, karena dirampas paspornya oleh negara," ujar Rocky pada acara bedah buku "Demokrasi dan Kedaruratan" di Utan Kayu, Jakarta (20/9).

Menurutnya, dengan kondisi Veronica yang 'stateless' seperti sekarang, itu merupakan keadaan yang paling berbahaya. "Ketelanjangan yang paling radikal adalah orang yang kehilangan paspor. Bukan cuma kehilangan, ini dirampas paspornya," imbuhnya. Padahal, kata Rocky, Veronica harus dipertahankan hak-haknya yang belum dapat finalisasi proses hukum. Presiden Jokowi, lanjutnya, hanya diam. "Padahal itu warga dia sendiri," singkatnya. 
 
Sejak meletus kerusuhan Papua pada 19 Agustus silam. Demo masih berlanjut. Hingga kini, kata Rocky masih menjadi headline internasional. "Belum berhenti isu itu. Ada prolongasi pelanggaran HAM di situ, prolongasi ide referendum di situ," tambahnya. 
 
Rocky mencontohkan bahwa krisis yang sedang melanda Hong Kong beberapa bulan belakangan, tidak lepas daripada kedaulatan yang berada di luar Hong Kong itu sendiri. "Artinya, ada suplai psikologi, ada suplai logistik, ada suplai mental sehingga masih terus bertahan berbulan-bulan di situ. Suplainya dari mana?" tanya Rocky.
 
Bayangkan, lanjut Rocky, kalau misalnya hal yang sama juga berlangsung di Papua. Kedaruratan di Papua itu adalah bagian dari sejarah yang tidak tuntas. "Kita harus memikirkan itu," pungkas Rocky.
1818