Kendal, Gatra.com - Mantan Lurah Banyutowo, Kecamatan Kendal, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Irlan Subeni dan Sri Sumarli selaku Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) progam Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2018, akhirnya merasakan dinginnya jeruji besi. Keduanya ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kendal, atas kasus dugaan penggelembungan dana PTSL.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kendal, Ronaldwin melalui Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kendal Dani K Daulay mengatakan, dugaan kasus penggelembungan dana PTSL berawal dari tahun 2017, dimana Irlan Subeni yang menjabat Lurah Banyutowo saat itu membentuk Pokmas calon peserta PTSL. Dalam forum itu dipilih Sri Sumarli sebagai Ketua Pokmas PTSL Kelurahan Banyutowo.
"Padahal PTSL ini ada di 2018, tapi mereka sudah membentuk secara diam-diam tanpa melibatkan masyarakat yang menerima PTSL," katanya, Selasa kemarin (3/8).
Pertemuan yang dilakukan diam-diam tersebut memutuskan biaya pengurusan sertifikat tanah melalui program PTSL. Besarannya yakni untuk tanah kering atau pekarangan dibebani biaya Rp 1,1 juta. Sedangkan tanah persawahan Rp 1,5 juta.
Kata Dani, tingginya harga yang dipatok mantan lurah dan ketua Pokmas ini tidak sesuai dengan biaya resmi yang dikeluarkan dalam SKB tiga menteri dalam pengurusan PTSL. Sesuai Peraturan Bupati (Perbup) Kendal Nomor 3 tahun 2018, tentang Pembiayaan Persiapan Pelaksanaan PTSL Bagi Masyarakat di Kendal, memang mengatur membolehkan dana lebih.
"Tapi biaya kelebihan PTSL diluar Rp 150 ribu yang telah ditetapkan pemerintah, sedianya dibahas dengan para peserta PTSL melalui musyawarah mufakat. Sehingga kelebihan biaya yang muncul, akan digunakan untuk apa saja bisa dipertanggungjawabkan," jelasnya.
Keduanya akhirnya ditahan setelah pihak Kejari Kendal menemukan dua alat bukti cukup untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka. Modusnya yakni dengan menggelembungkan biaya PTSL dari biaya awal Rp150 ribu menjadi Rp1,1 juta hingga Rp1,5 juta.
Akibat perbuatan kedua tersangka telah mengakibatkan masyarakat dirugikan. Total kedua tersangka mendapat keuntungan yang diperoleh secara melawan hukum sebesar Rp709 juta.
Ia juga membeberkan, biaya pengurusan PTSL sebesar Rp 1,1 juta dan Rp 1,5 juta tersebut telah diputuskan secara sepihak oleh lurah Irlan Subeni dan Sri Sumarli beserta pengurus Pokmas PTSL Kelurahan Banyutowo. "Masyarakat penerima PTSL berjumlah 650 orang langsung dimintai uang," tuturnya.
Kemudian di 2018, dari Kantor ATR/BPN Kendal memberikan memberikan sosialisasi. "Saat itulah masyarakat penerima PTSL melakukan protes. Sebab mereka merasa sudah memberikan uang. Masyarakat mempertanyakan biaya kelebihan pengurusan PTSL tersebut," katanya.
Merasa ada pungutan liar (pungli) dan gratifikasi yang tidak sesuai, masyarakat akhirnya melaporkan kejadian tersebut ke Kejari Kendal. "Kami kemudian lakukan penyelidikan dan penyidikan. Sementara ini kami tetapkan dua tersangka," paparnya.
Kedua tersangka dijerat dengan dengan tiga pasal berlapis. Yakni Tersangka Irlan Subeni, Primair Pasal 12 Huruf e tentang Pungli, Subsider Pasal 5 ayat 2 tentang gratifikasi dan Lebih Subsider Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Sedangkan Pasal tersangka Sri Sumarli dijerat Primair Pasal 12 Huruf e, Subsider Pasal 5 ayat 1 dan Lebih Subsider Pasal Pasal 9 tentang pemalsuan dokumen undangan Tipikor. "Ancamana Pidananya Minimal empat tahun maksimal 20 tahun penjara. Dan denda minimal Rp 200 juta maksimal Rp 1 miliar," terangnya.