Karawang, Gatra.com – Kepala Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan (Pusdik KP), dari Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Bambang Suprakto mengatakan, pihaknya menyelenggarakan pendidikan vokasi dengan pendekatan teaching factory, yakni memasukkan pabrik mini ke dalam kampus.
Peserta didik kata Bambang, mendapatkan porsi kegiatan praktik sebesar 70% teori 30%, dengan biaya yang disubsidi oleh negara. Sebanyak 50% kuota peserta didik diisi oleh anak-anak pelaku utama kelautan dan perikanan, seperti nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan pemasar ikan, serta petambak garam.
Menurut Bambang, para lulusannya tidak hanya memperoleh ijazah, tetapi juga sertifikat keahlian dan kompetensi yang telah diakui oleh Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI), sesuai bidangnya masing-masing. Mereka kata Bambang, dicetak bukan hanya menjadi tenaga kerja profesional, tetapi juga lebih diarahkan sebagai wirausaha di sektor kelautan dan perikanan.
Politeknik Kelautan dan Perikanan (Poltek KP) Karawang, Jawa Barat, yang menjadi salah satu satuan pendidikan tinggi KKP, menyelenggarakan kegiatan promosi bagi produk hasil Karya Praktik Akhir (KPA) para taruna, pada Jumat (6/8), secara daring. Kegiatan itu merupakan tindak lanjut arahan untuk mengembangkan wirausaha.
Direktur Politeknik KP Karawang Mochammad Nurhudah mengatakan, proses pembelajaran untuk menjadikan taruna sebagai calon entrepreneur dilakukan melalui program yang berfokus pada penumbuhan dan penguatan jiwa kewirausahaan melalui inisiasi dan pengembangan kreativitas dan inovasi. Jenis kegiatan untuk menuju lulusan berjiwa entrepreneur dilakukan melalui pembelajaran teori, praktik regular, praktik lapang, pemagangan, dan kunjungan edukasi ke DUDI.
Ruang lingkup pembelajaran bagi taruna meliputi mata kuliah tematik dan proses produksi yang dilakukan di teaching factory, DUDI, Usaha Mikro Kecil Menengah, dan di tempat orang tua/wali yang in-line dengan Program Studi (Prodi).
“Metode kuliahnya melalui blended learning dan kegiatan praktikum dilakukan di laboratorium, workshop, teaching factory, studi banding, dan pemagangan. Peningkatan capaian kompetensi diarahkan melalui kegiatan Praktik Pengenalan Kehidupan Masyarakat Pesisir, Praktik Kerja Lapang, serta Kerja Praktik Akhir,” ujarnya.
Menurut Nurhudah, karya akhir studi berupa laporan kerja praktik akhir merupakan syarat kelulusan kuliah. Laporan kerja praktik akhir harus dipertahankan dalam ujian komprehensif yang pelaksanaannya dibagi dalam dua metode, regular dan promosi.
Promosi, lanjutnya, diperuntukkan bagi mereka yang karyanya memenuhi kriteria, yaitu dilakukan secara mandiri, karya merupakan inovasi maupun pengembangan, memberikan dampak sosial bagi masyarakat, memberikan dampak peningkatan ekonomi, serta produk yang dihasilkan berkelanjutan. Berdasarkan hasil seminar KPA tahun ini, dari 67 taruna Taruna Tingkat III terpilih 4 kandidat yang berhak dipromosikan untuk menjadi calon startup baru yang telah membuat produk inovasi.
Yang pertama, pembuatan mie instan dengan penambahan tulang Ikan Swanggi (Pricantus tayenus) oleh Akhmad Saeroji dari Prodi Teknik Pengolahan Produk Perikanan (TPPP). Ikan Swanggi merupakan jenis ikan yang melimpah di daerah Rembang, Jawa Tengah. Sebagai anak yang lahir dan besar di Rembang, Akhmad ingin berkarya, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di daerahnya, didukung ilmu yang diperoleh selama kuliah. Awalnya ia melihat potensi yang belum termanfaatkan saat melaksanakan PKL di UD. Putra Bahari, Rembang, tahun 2020. Perusahaan ini memproduksi abon ikan berbahan baku daging Ikan Swanggi, dengan limbah yang dihasilkan berupa tulang cukup banyak dan belum termanfaatkan.
Ide bisnis muncul untuk memasukkan kandungan nutrisi seperti protein ke mie instan karena ia penggemar mie instan, bahkan Indonesia menurut World Instant Noodles Association di tahun 2019 menjadi negara dengan konsumen mie instan terbesar di dunia.
Yang kedua, pembuatan alat pengisi adonan tahu bakso ikan dengan penggerak manual berskala industri rumah tangga oleh Nurlaila Esti Melliyana dari Prodi TPPP. Esti berhasil menciptakan inovasi berupa alat pengisi adonan tahu bakso ikan dengan penggerak manual. Berdasarkan hasil uji yang dilakukan, alat tersebut mampu mempertahankan mutu produk tahu bakso ikan, meningkatkan kecepatan waktu produksi, sehingga proses produksi akan lebih cepat dan efisien karena biaya produksi semakin menurun.
Meskipun masih dalam bentuk prototype, namun Esti mempunyai keinginan besar untuk mengembangkan alat, sehingga bisa diproduksi massal dan dikenal masyarakat luas, khususnya para pengusaha tahu bakso ikan. Diharapkan dengan adanya alat ini mampu meningkatkan produksi serta memberikan dampak ekonomi yang besar bagi masyarakat.
Yang ketiga, pengaruh penambahan Rumput Laut (Gracilaria sp.) terhadap mutu sosis Ikan Lele oleh Rio Laksamana Susanto dari Prodi TPPP. Pertimbangan ketersediaan bahan baku, proses produksi, peluang pasar, dan keberlanjutan usaha menjadi landasan utama pengembangan produk ini. Latar belakang orang tua Rio sebagai pembudidaya Ikan Lele sangat mendukung adanya diversifikasi produk olahan yang dibutuhkan oleh konsumen.
Pengolahannya menjadi sosis sangat prospektif karena adanya perubahan pola hidup dan aktivitas masyarakat yang semakin padat, terutama di perkotaan, konsumsi mengarah pada produk pangan praktis, siap saji, higienis, bergizi, harga terjangkau, dan mudah diperoleh. Kendala yang dihadapi orangtuanya dengan hanya memproduksi Ikan Lele konsumsi sesuai permintaan pasar, menjadikannya yang oversize atau melebihi batas ukuran nilai jualnya sudah sangat rendah.
Sebagai solusi, Rio melakukan inovasi pembuatan Sosis Ikan Lele yang dikombinasikan dengan Rumput Laut (Gracilaria sp.) Rumput Laut ini merupakan komoditas unggulan Kabupaten Karawang yang dihasilkan dari budidaya di tambak.
Yang keempat, peningkatan nilai ekonomi Garam sebagai alternatif usaha di era pandemi Covid-19 oleh Ghea Azzahea Putri Agus dari Prodi Teknik Kelautan (TKL). Ghea tertarik untuk mendalami teknik produksi Garam kosmetik, saat mempelajari rekristalisasi Garam Krosok menjadi Garam kualitas satu (KW-1), sehingga menyampaikan keinginannya mengembangkan produk Garam Kosmetik kepada dosennya.
Saat Semester III, Ghea mengikuti lomba gelar kewirausahaan dengan mengajukan judul Produk Garam Kosmetik dengan Teknik Re-packing. Namun hasilnya kurang maksimal. Belum berhasil masuk nominasi, ia tetap yakin bahwa Garam akan menjadi sebuah usaha prospektif dan harus berupaya merubah rasa garam menjadi manis, yang menginspirasinya membuat brand Uyah Legi. Saat PKL Smester IV, ia mengambil topik Penaikan Mutu Garam untuk Pembuatan Garam Kosmetik (Sea Salt Scrub).
Perbaikan metode Sea Salt Scrub untuk meningkatkan kualitas terus dilakukan dan diterapkan untuk memproduksi Garam Kosmetik yang merupakan produk pertama Uyah Legi. Produk by Ghea Agus ini mulai dipasarkan secara online. Saat PKL semester V, ia mengajukan tema Pengembangan Kewirausahaan Garam Krosok untuk Produk Kecantikan pada Home Industry, yang dilaksanakan secara mandiri di Rumah Uyah Legi Pekalongan. Pada saat itu muncul produk baru yaitu Salt Toner, sekaligus diurus Izin Usaha Mikro Dan Kecil (IUMK) dan telah mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB). Saat ini tengah diurus dokumen perizinan ke Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) Jawa Barat.
Produk-produk inovasi dan kewirausahaan yang dihasilkan para taruna tersebut, menurut Nurhudah, berhak mendapatkan penghargaan untuk diusulkan berupa hak dan kekayaan intelektual. Upaya tersebut diharapkan salah satunya dapat memacu dan mendorong anak muda untuk berwirausaha sejak dini, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, khususnya di sektor kelautan dan perikanan.
Sebagai informasi, tak hanya di Karawang, satuan pendidikan KKP tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Satuan pendidikan tersebut terdiri dari 1 Politeknik Ahli Usaha Perikanan (Kampus Jakarta, Bogor, dan Serang), 9 Politeknik KP di Pangandaran, Karawang, Sidoarjo, Bitung, Sorong, Kupang, Bone, Dumai, dan Jembrana, 1 Akademi Komunitas di Wakatobi, serta 9 Sekolah Usaha Perikanan Menengah di Aceh, Tegal, Lampung, Pariaman, Pontianak, Bone, Ambon, Sorong, dan Kupang. Ke depannya, jumlah politeknik tersebut akan terus ditingkatkan.