Banyumas, Gatra.com – Pemerintah Kabupaten Wonosobo memprioritaskan sektor kesejahteraan dan kesehatan masyarakat dalam pemanfaatan dana bagi hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Sebagai daerah penghasil tembakau, DBHCHT Wonosobo mencapai Rp12 miliar.
"Untuk tahun 2020, DBHCHT Kabupaten Wonosobo sebesar Rp12 miliar lebih, dialokasikan ke tiga sektor, yaitu kesejahteraan rakyat 50 persen, Kesehatan 25 persen, dan penegakan hukum 25 persen," kata Retno, dalam keterangannya, Rabu (13/10).
Menurut Retno, mengingat pentingnya cukai ini, perlu pemahaman masyarakat, terhadap cukai rokok yang dapat mempengaruhi alokasi DBHCHT bagi daerah dan berimbas terhadap sejumlah sektor tersebut. Pemahaman itu memungkinkan masyarakat mengenali cukai asli dan palsu agar bisa turut berkontribusi terhadap pembangunan daerah.
“Semakin pahamnya masyarakat dengan bagaimana membedakan rokok berpita atau bercukai resmi, dengan yang sekadar dibungkus namun tidak berpita, ataupun berpita tapi palsu, maka akan semakin meningkatkan kesadaran untuk terhindari dari pelanggaran hukum,” ujarnya.
Dia menjelaskan, pemerintah terus mendorong agar masyarakat, baik kalangan pelaku usaha perdagangan maupun konsumen, dapat lebih memahami seperti apa perbedaan cukai legal maupun yang masuk kategori ilegal alias palsu. Itu termasuk di Wonosobo, yang merupakan salah satu wilayah penghasil tembakau tertinggi di Indonesia.
DBHCHT sangat berperan dalam pembangunan daerah dan hingga saat ini dinilai masih sangat signifikan. Selain untuk mendukung layanan kesehatan, DBHCHT di Kabupaten Wonosobo juga dialokasikan ke sektor pendukung kesejahteraan rakyat, dan upaya penegakan hukum.
Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam Setda, Siti Nuryanah menambahkan, pihaknya sengaja menghadirkan pemateri kompeten dalam upaya memahamkan para peserta sosialisasi, bagaimana cara membedakan cukai sah dan tidak sah.
“Sosialisasi yang menyasar warga masyarakat pedagang dan konsumen rokok ini, juga akan kami gelar di 14 Kecamatan lain se-Kabupaten Wonosobo, dengan target peserta mencapai 1.800 orang, dengan menggandeng narasumber dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean C Magelang,” kata Siti.
Dengan dipahaminya perbedaan cukai antara yang resmi dan palsu, pihaknya juga meyakini peredaran rokok illegal di Kabupaten Wonosobo akan terus diminimalisir.
Secara ringkas, untuk membedakan cukai legal dan illegal, secara kasat mata warna dasar kertas pita cukai berbeda dengan warna kertas biasa. Mengutip beacukai, warna kertas pita cukai adalah kehijauan dan ada serat berwarna merah yang tersebar di perrmukaan kertas jika dilihat dengan kaca pembesar.
Apabila diterawang akan terlihat tanda air dengan teks ‘75 RI. Selain itu, untuk identifikasi lanjutan dapat menggunakan sinar UV dengan ciri-ciri kertas cukai tidak memendar, serat tak kasat mata tegak lurus berwarna biru, terdapat serat keriting warna kuning, dan ada gambar bintang berwarna kuning di hologram.