Home Politik Petani Sawit Ragukan DPRD Riau, Kok Bisa?

Petani Sawit Ragukan DPRD Riau, Kok Bisa?

Pekanbaru, Gatra.com – Peran DPRD Riau sebagai kanal aspirasi warga mulai tergerus di kalangan petani sawit. Kalangan petani sawit pun memilih menyuarakan langsung persoalannya ke Jakarta. 

Manajer Koperasi Sawit Makmur (Kopsa-M), Hary, kepada Gatra.com membeberkan sejumlah alasan mengapa pihaknya memilih bersuara di Jakarta ketimbang di Pekanbaru. 

Salah satu alasanya, lanjut dia, adalah minimnya minat DPRD Riau terhadap persoalan Kopsa-M dan rekam jejak yang kurang memuaskan dari DPRD Riau atas persoalan yang diadukan. 

"Buktinya hingga kini kita tidak mendengar solusi konkret dari parlemen terhadap persoalan Kopsa-M. Padahal persoalan kita sudah sampai ke KPK, DPR RI, hingga ke istana presiden [Kepala Staf Presiden]. Artinya Jakarta lebih responsif," ungkapnya belum lama ini di Pekanbaru. 

Kopsa-M terbelit persoalan pelik dengan PTPN V, perusahaan pelat merah tersebut dinilai menjual kebun petani ke pihak ketiga, tanpa sepengetahuan koperasi. Padahal, kebun seluas 400 hektare itu dibangun dengan utang yang turut melibatkan koperasi. 

Sementara itu, berdasarkan data Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), konflik yang melibatkan PTPN V dengan masyarakat cukup banyak. Selain dengan Kopsa-M, perusahaan pelat merah tersebut juga berseteru dengan masyarakat adat Pantai Raja, Kabupaten Kampar.

PTPN V dinilai merampas tanah masyarakat adat setempat. Kasus yang terjadi sejak zaman Orde Baru ini, pada Agustus 2020 berujung pendudukan oleh warga seluas 150 hektare. Belakangan PTPN V menggugat masyarakat adat pantai raja sebesar Rp15 miliar. 

Konflik antara masyarakat adat dengan korporasi juga terjadi di Pelalawan pada Februari 2021, antara PT Arara Abadi dengan masyarakat adat Melayu Sei Medang. Konflik ini dilatari dugaan PT Arara Abadi menebang kepungan sialang atau hutan adat seluas 2 hektare. 

Sementara itu, pada Mei 2021, konflik dengan masyarakat adat juga mendera PT Arara Abadi di Desa Kota Pait Beringin, Kecamatan Talang Muandau, Kabupaten Bengkalis. Kali ini, perusahaan yang berafiliasi dengan Sinar Mas Grup tersebut berurusan dengan masyarakat adat Suku Sakai. 

Adapun DPRD Riau saat ini sedang menggelar panitia khusus konflik lahan. Hanya saja, hasil kerja pansus ini dinilai tidak efektif, sebab akar persoalan konflik lahan di Riau salah satunya lantaran Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang bermasalah. DPRD Riau sendiri diketahui tahun ini gagal melakukan revisi Perda RTRW Riau 2018–2038.

Mandeknya suara aspirasi petani di DPRD Riau, disinyalir lantaran konflik kepentingan antara anggota parlemen dan perusahaan. 

Sebelumnya, pegiat antikorupsi Dadang Trisasongko menyebut korupsi politik kerap mendera kekuasaan legislatif maupun eksekutif di Indonesia. Hal ini menurutnya dipengaruhi oleh kebutuhan pemenuhan biaya politik yang diperoleh dari oligarki. 

"Situasi ini yang membuka ruang bagi kelompok oligarki untuk beli undang-undang," katanya. 

399