Jakarta, Gatra.com – Semua penggemar Batman tahu kalau asal muasal kehidupan kelam Bruce Wayne bertolak dari pengalaman traumatisnya ketika masih remaja dan menyaksikan kedua orang tuanya ditembak mati kriminal. Di usia dewasa, sosok bertopeng kelelawar hitam itu hadir sebagi pejuang keadilan dengan nama samaran Batman. Sementara, sebagai miliuner pewaris nama besar Wayne, Bruce kerap menunjukkan sisi flamboyannya. Tapi di installment terbaru ini, sutradara Matt Reeves memilih sudut pandang berbeda. Bruce Wayne diperlihatkan jauh lebih suram dan mulai mempertanyakan kebenaran sejarah kebaikan di keluarganya. Semua diurai dalam film terbarunya, The Batman.
Kota Gotham sedang bersiap mengadakan pemilihan pemimpin barunya. Kandidatnya hanya ada dua: Wali Kota petahana Don Mitchell Jr. (Rupert Penry-Jones) dan seorang perempuan kulit hitam muda, Bella Reál (Jayme Lawson). Tragisnya, di malam Halloween, Wali Kota Mitchell Jr. dibunuh oleh sosok berbalut kostum hitam yang menamakan dirinya The Riddler (Paul Dano).
James Gordon (Jeffrey Wright), yang di era ini masih berpangkat Letnan pada Gotham City Police Departmen (GCPD), segera meminta bantuan Batman (Robert Pattinson) untuk memecahkan teka-teki yang ditinggalkan Riddler di TKP. Belakangan, saat Batman berkutat di bat cave, Alfred Pennyworth (Andy Serkis) ikut pula membantu menemukan jawaban dari tebakan maut tersebut.
Ketika akhirnya terpecahkan, jawaban itu menggiring mereka ke sejumlah data foto yang memperlihatkan sang wali kota sedang berduaan dengan perempuan tak dikenal di klub Iceberg Lounge. Klub tersebut dikelola oleh Oswald Cobblepot (Colin Farrell), yang lebih dikenal dengan nama aliasnya, The Penguin. Penguin sendiri merupakan salah satu orang kepercayaan mafia ternama Gotham, Carmine Falcone (John Turturro). Keluarga yang kini tengah berjaya menguasai Gotham karena bisnis narkoba kelompok mafia pesaingnya beserta sang pimpinan Salvatore Maroni baru saja dirazia besar-besaran oleh GCPD.
Saat mengkonfrontasi Penguin, Batman bertemu dengan Selina Kyle (Zoë Kravitz), yang bekerja di klub tersebut. Curiga bahwa Selina memiliki hubungan dengan perempuan pendamping mendiang wali kota, Batman mengikutinya pulang. Tak hanya Selina ternyata berhubungan erat dengan perempuan bernama Annika tersebut, Selina juga akhirnya diketahui merupakan sosok asli di balik topeng Cat Woman.
Belakangan keduanya bekerja sama. Bat meminta Cat untuk kembali menyelinap ke klub dan mengumpulkan informasi terkait pembunuhan tersebut. Penyelidikan ini menggiring mereka ke temuan kasus-kasus besar lainnya. Termasuk ketika mereka kembali berhadapan dengan aksi Riddler berikutnya yang melibatkan nama-nama pejabat Gotham lainnya.
Kondisi makin rumit, karena Riddler mengungkap sejumlah fakta personal terkait kedua orang tua Bruce. Bahwa sosok filantropi Thomas dan Martha Wayne menyimpan rahasia gelap yang tidak diketahui Bruce selama ini. Berpacu dengan emosi pribadinya, Bruce tetap harus berjuang membalaskan keadilan kepada para bandit Kota Gorham.
Dalam 176 menit (atau 2 jam 56 menit), film ini mencoba menguak lapisan demi lapisan misteri yang menyelubungi keluarga Wayne. Selain itu cerita menjadi makin kompleks karena nama kedua keluarga mafia terbesar Gotham itu juga harus dijelaskan. Tarikh panjang yang dapat dengan mudah kita cermati ketika menonton serial televisi Gotham (2014-2019) misalnya. Tapi itu semua harus dipadatkan menjadi durasi tiga jam saja.
Film ini bisa dikatakan film layar lebar Batman yang paling kelam dibanding yang lainnya. Sejak pertama kali Batman: The Movie (1966) tayang, aktor Adam West tampil tak jauh beda dengan karakter dia di serial televisinya. Lebih dari dua dekade kemudian, saat feature film Batman kembali digarap, mulai dari Michael Keaton, Val Kilmer, juga George Clooney sama-sama hadir sebagai superhero dan memecahkan kasus serta berujung happy ending.
Christian Bale dalam trilogi The Dark Knight garapan Christopher Nolan ditampilkan cukup kelam juga. Tapi masalah emosional yang diungkap di sini adalah terkait kehidupan romansanya. Sementara Ben Affleck tidak berkesempatan memiliki satu film Batman utuh karena karakternya tampil dalam rangkaian DC Extended Universe (DCEU). Maka menjadi kebaruan yang menyenangkan sekaligus menyedihkan mengamati narasi kehidupan Bruce yang ditampilkan Pattinson kali ini. Menyenangkan karena skenarionya tak sekedar aksi heroik memecahkan kasus dan menangkap penjahat. Menyedihkan karena kenahasan sejarah hidup Bruce diungkap dengan kejam.
Karena banyaknya bagian cerita, maka tak heran pada beberapa bagian film ini terasa sedikit lambat. Wajar, karena ada banyak latar belakang yang harus disebutkan untuk mengakomodir penonton yang tak familiar dengan Batman universe.
Film The Batman ini sukses menggambarkan alam semesta Batman dengan nuansa yang tepat serta sinematografi yang sangat baik. Elemen detektif dalam sosok Batman tergambar dengan pas. Laga yang dilakukan sang Mr. Vengeance juga tidak berlebihan. Kemampuan akting Pattinson berhasil pula membuat kita menyelami kegelisahan dan kepedihan yang dialami Bruce.
Tak hanya Pattinson, pujian jelas juga layak ditujukan ke Kravitz, Farrell, Dano, juga Serkis. Walau tak punya banyak jatah screen time, tapi Andy Serkis berhasil tampil menggugah sebagai sosok setia pelindung Bruce Wayne. Sementara Paul Dano, meski masih berusia 37 tahun, tapi dia sudah menunjukkan kemahiran aktinya dalam rentang genre yang sangat luas. Mulai dari remaja rebel di Little Miss Sunshine (2006) hingga pemuda keterbelakangan mental di thriller garapan Denis Villeneuve, Prisoners (2013).
Di balik layar, selain menjadi sutradara, Reeves juga ikut menulis skenario The Batman. Dia menggunakan referensi dari komik "Batman: Ego", "Batman: Year One", dan "Batman: The Long Halloween".
Tadinya studio Warner Bros. Pictures memutuskan bahwa film Batman terbaru akan kembali dibintangi oleh Affleck, dengan script yang action-driven ala film-film James Bond. Tapi keputusan Reeves untuk mencoret ide itu dan memulai naskah baru adalah langkah tepat. Eksplorasi atas asal muasal mitos sosok ksatria malam tersebut tergambar jelas dalam scene dan narasi pembuka.
Pada akhirnya, ada banyak potensi spin-off dari The Batman. The Riddler jelas berpeluang untuk memiliki film sendiri. Terlebih The Riddler kali ini seolah bertolak belakang dengan The Riddler yang diperankan Jim Carrey pada Batman Forever (1995).
Penantian panjang para fans Batman pun terbayarkan. The Batman ini menjadi salah satu film terbaik dalam seluruh seri Batman. Film ini kini sudah bisa disaksikan di bioskop seluruh Indonesia.