Home Hiburan Belajar Filosofi Kehidupan Bali “Rwa Bhineda” Lewat Pementasan “Sudamala”

Belajar Filosofi Kehidupan Bali “Rwa Bhineda” Lewat Pementasan “Sudamala”

Jakarta, Gatra.com – Rwa Bhineda merupakan sebuah filosofi kehidupan yang telah melekat dalam kehidupan masyarakat Bali. Konsep kehidupan tersebut berfokus pada keseimbangan, di mana dua hal berbeda dalam kehidupan akan selalu menjadi satu dan tak terpisahkan satu sama lain. Konsep Rwa Bhineda rupanya dapat dipelajari lewat pementasan “Sudamala: Epilog dari Calonarang” yang akan dihelat di Gedung Arsip Nasional RI, Jakarta, pada 10-11 September 2022 ini.

Happy Salma, sebagai produser dari pementasan tersebut, mengatakan bahwa “Sudamala” membawa pesan bahwa manusia seyogianya dapat hidup di dalam perbedaan, keberagaman masalah, serta keberagaman perasaan.

“Dalam perbedaan, dalam keberagaman masalah, perasaan dan lain sebagainya. Tadi dibilang ‘Rwa Bhineda’ gitu ya, dua (hal) yang berdampingan,” ujar Happy Salma, ketika ditemui Gedung Arsip Nasional RI, Jakarta, pada (9/9) malam.

Lebih lanjut, ia pun menjelaskan bahwa lewat pementasan tersebut, Happy dan tim produksi “Sudamala” ingin membawakan energi yang dapat mendekatkan manusia dengan alam semesta dan sesama. Tak hanya itu, “Sudamala” juga membawa pesan, bahwa tidak ada yang menang dan kalah dalam hidup.

“Intinya itu sih, dalam hidup enggak ada menang (atau) kalah, tetapi siapa yang sadar dan gak sadar gitu lah, kurang lebih ceritanya tadi,” tutur Happy Salma.

“Sudamala: Epilog dari Calonarang”  berfokus pada kisah Walu Nateng Dirah, seorang perempuan dengan kekuatan dan ilmu yang luar biasa besar. Ia ditakuti banyak orang, dan bahkan membuat Airlangga, penguasa di Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur saat itu, merasa resah.

Hal itu akhirnya membuat tak banyak pemuda berani mendekati putri semata wayangnya, Ratna Manggali. Walu Nateng Dirah merasa sangat kecewa. Namun, luka hatinya itu akhirnya sementara terobati, setelah Ratna Manggali menikah dengan Mpu Bahula.

Sayangnya, kehidupan pernikahan itu pun ternyata dicederai oleh Mpu Bahula, yang ternyata adalah utusan pendeta kepercayaan Raja Airlangga. Mpu Bahula pun mengambil pustaka sakti milik Walu Nateng Dirah yang akhirnya jatuh ke tangan Mpu Bharada.

Walu Nateng Dirah kecewa dan murka. Amarahnya lalu “membuahkan” wabah yang menyengsarakan banyak orang. Setelah Mpu Bharada mengenali ilmu yang dimiliki Walu Nateng Dirah, ia lantas menantang Walu Nateng Dirah untuk beradu ilmu, agar dapat menuntaskan bencana dan wabah yang melanda kerajaan tersebut.

Untuk diketahui, pementasan yang akan dihelat di Gedung Arsip Nasional RI, Jakarta, pada 10-11 September 2022 ini merupakan kolaborasi antara 90 orang seniman dan maestro Bali dan sejumlah kota lainnya. "Sudamala" menjadi pentas tradisi pertama Titimangsa yang dipentaskan di area terbuka di tengah hiruk pikuk kota Jakarta.

1963