Purworejo, Gatra.com - Berawal dari keresahan akan usia yang hampir memasuki masa pensiun sebagai guru, Hadi Suwignyo kemudian memutar otak usaha apa yang bisa ia kerjakan. Kebetulan, guru yang mengajar di MA An-Nawawi, Berjan Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah ini memiliki hobi memelihara burung.
Maka sejak empat tahun lalu ia mulai membudidayakan beberapa jenis burung perkutut untuk dijual. Hasil cuannya pun lumayan, bisa membuat dapurnya tetap mengebul meskipun kelak ia pensiun dari mengajar.
Peternakan perkutut milik Hadi ada di sebelah rumahnya di Dusun Sumberejo, Desa Lugososbo, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo. Rutinitas tiap pagi sebelum dan sesudah mengajar, pria 59 tahun itu menyempatkan diri mengurus peternakannya.
"Modal saya memulai usaha dulu itu pas-pasan dan sedikit keberanian memulai. Saat itu saya hanya punya dua pasang indukan dan pengetahuan pas-pasan mengenai ternak burung.nya masih pas-pasan. Awal tahun 2018 saya mulai dan yakin saja jika ke depannya prospek peternakan burung ini akan bagus.," ujar pria yang mengampu mapel sosiologi ini di kediamannya, Sabtu (17/09/2022).
Awal memulai, jenis burung yang dibudidayakan hanya cemani dan putih lurik. Kemudian berkembang tambah lagi jenis majapahit, silver, bangkok dan putih kapas. Sekarang, Hadi memiliki indukan sebanyak 74 pasang, paling banyak cemani, putih lurik, majapahit silver dan paling sedikit putih kapas.
"Jenis putih kapas ini putih mulus agak sulit budidayanya, tapi harganya lumayan. Paling mahal putih lurik kalau anakan ngambil Rp400 ribu, ke konsumen Rp 500 ribu, kalau bagus harganya bisa sampai Rp600 ribu," jelasnya.
Ayah dua anak ini memilih berternak perkutut karena perawatannya mudah. Satu hari hanya butuh waktu setengah jam pagi dan sore untuk mengurusinya. Simpel, sehingga tidak akan mengganggu pekerjaannya sebagi seorang pendidik.
"Perkutut saya ini dipasarkan (dijual) ke bakul dan pengepul. Berapa pun jumlahnya dibeli. Pengepul Purworejo biasanya larinya (jual) ke Kebumen. Terus konsumen nasional, pernah melayani dari Banyuwangi, Jawa Timur, Bekasi, Palembang. Peluang usahanya saya kira prospektif karena pasarnya standar tidak seperti yang menjanjikan. Dan kedua pemeliharannya ringan. Makanannya sedikit dan jenis biji bijian. Kotorannya kering dan kecil tidak merusak lingkungan," jelas Hadi.
Kandangnya pun tak memerlukan lahan yang luas, ia hanya menggunakan space kiri dan kanan rumah untuk kandang ratusan burung itu.
"Alhamdulillah, penghasilan per bulan bisa mencapai Rp2-3 juta, lumayan untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Saya tidak malu, malah banyak teman yang datang ke sini untuk melihat usaha saya. Konsumen biasanya penghobinperkutut, yang dicari itu anggunnya atau kicaunya. Kalau pedagang (bakul) yang dicari warnanya," jelasnya.
Hadi biasanya menjual perkutut yang telah disapih dari indukannya dengan usia sekitar 1,5 bulan. Ia mematok harga bervariasi, tergantung jenis dan kualitas perkutut.
Ada perkutut yang dihargai Rp100 ribu hingga Rp300 ribu, contohnya perkutut bangkok, cemani, majapahit dan lokal. Namun ada pula perkutut yang dijual Rp400 ribu hingga Rp600 ribu yakni jenis putih kapas dan putih lurik.
Dalam sebulan ia bisa menjual 15 hingga 20 anakan burung perkutut. Ia memilih burung perkutut karena harganya yang stabil tidak seperti burung-burung lainnya yang harganya sangat fluktuatif seperti burung love bird.
Para pecinta perkutut yang datang ke peternakan Hadi biasanya lantaran terpikat dengan keindahan warna perkutut hasil budi daya sang guru. Namun ada pula yang sengaja mencarinperkutut untuk diikutkan dalam kontes kicau perkutut sehingga harga jualnya menjadi lebih tinggi.
Bayu, penghobi perkutut yang siang ini kebetulan datang ke peternakan Hadi menyebut bahwa ia membeli untuk dipelihara. "Sejak dua tahun lalu memang senang dengan burung perkutut. Dapat informasi, kalau di Lugosobo ada perkutut bagus warnanya, akhirnya saya cari-cari ketemu di sini. Kalau saya milih perkutut dari warna dan suaranya," ujar pecinta perkutut asal Purworejo ini.