Jakarta, Gatra.com - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati,menyebut melambatnya kinerja perekonomian global akan memicu resiko ketidakpastian ekonomi yang semakin tinggi. Adapun perlambatan pertumbuhan ekonomi, kata dia telah terjadi di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Eropa dan Tiongkok.
"Ini tercermin pada purchasing manager Index atau PMI manufaktur global bulan September 2022 yang masuk ke zona kontraksi pada level 49,8," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers hasil rapat berkala KSSK IV tahun 2022 secara virtual, Kamis (3/11).
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Ekonomi RI Unggul Dibanding Negara ASEAN dan G20
Ia mengatakan bahwa faktor utama perlambatan ekonomi secara global didorong oleh berlanjutnya ketegangan geopolitik dan perang Rusia dengan Ukraina. Perang itu, kata dia, telah menimbulkan tekanan inflasi yang tinggi di berbagai negara.
Selain itu, ketegangan di timur Eropa itu juga dinilai membuat ekonomi global terfragmentasi hingga mendorong pengetatan kebijakan moneter yang agresif di negara-negara maju.
Di sisi lain, Sri Mulyani juga menyebut bahwa kenaikan suku bunga Bank Sentral AS alias The Fed (Federal Reserve) yang diperkirakan akan lebih tinggi dan dalam siklus yang lebih panjang telah membuat mata uang Dolar AS semakin menguat.
Seperti diketahui, teranyar The Fed menaikkan suku bunga acuan 75 basis poin menjadi 3,5 - 4 persen pada Rabu malam (2/11) waktu AS. Kenaikan suku bunga The Fed sebesar 0,75 persen sebanyak enam kali berturut-turut membuat biaya pinjam ke level tertinggi sejak 2008. Pada Rabu (2/11) sore kemarin, nilai tukar Rupiah ditutup melemah 19 point di level Rp15.646 per Dolar AS.
"Sehingga ini menyebabkan depresiasi terhadap nilai tukar di berbagai negara, termasuk Indonesia," ungkap Sri Mulyani.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Terjaga Karena Daya Beli Masyarakat, Bagaimana Penjelasannya?
Meskipun kondisi ekonomi dunia sedang bergejolak, Sri Mulyani mengungkap perbaikan ekonomi domestik masih tetap berlanjut. Adapun faktor kuat yang mendorong pertumbuhan ekonomi RI, kata Sri Mulyani, yakni konsumsi swasta tetap tangguh di tengah kenaikan inflasi. Selain itu, menurutnya investasi non bangunan dan kinerja ekspor di sektor perdagangan,tambang dan pertanian masih terjaga cukup baik.
Pertumbuhan konsumsi swasta yang baik terlihat dari PMI Manufaktur pada Oktober 22 masih dalam zona ekspansi yakni di level 51,8. Di sisi penjualan, indeks sektor rill (IPR) juga tumbuh sebesar 5,5 persen secara tahunan (year on year). Adapun pertumbuhan indeks keyakinan konsumen (IKK) domestik masih menunjukkan persepsi yang ekspansif yaitu berapa pada level 117,2.
"Kita melihat dari sisi demand (permintaan) konsumen masih cukup kuat. Ekspor masih baik dan dari sisi supply side lapangan usaha utama seperti perdagangan pertambangan dan pertanian juga menunjukkan kinerja yang membaik atau masih baik," ucapnya.