Jakarta, Gatra.com-Greenpeace Indonesia klarifikasi terkait perlakuan yang tidak adil pada saat tengah menjalankan kampanye bersepeda Chasing the Shadow menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.
Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak menilai perlakuan intimidasi yang telah terjadi pada Probolinggo pada Senin lalu (7/10), berjalan secara terstruktur. Untuk itulah ia tidak ingin Greenpeace melanjutkan kembali kampanya tersebut.
“Kami mendeteksi bahwa upaya-upaya ancaman ini akan berlanjut terus sampai ke Banyuwangi dan kemungkinan besar juga di Bali,” ucap Leonard pada konferensi pers melalui Zoom bersama awak media, Jakarta, Rabu (9/11).
Tujuan dari kampanye ini ialah Greenpeace ingin menyuarakan tentang dampak krisis iklim dan pentingnya transisi energi secepatnya. Pesan itu hendak dibawa ke Bali, agar para pemimpin negara besar yang akan berkumpul di sana pada perhelatan G20 sadar dan berkomitmen terhadap transisi energi secepatnya demi mengatasi krisis iklim bersama.
Namun, Leonard menambahkan jika dalam kampanye tersebut juga memerlukan sebuah demokrasi dan partisipasi dari berbagai pihak.
“Tanpa demokrasi yang sehat, kebebasan sipil, dan partisipasi publik, kami khawatir transisi energi yang kita inginkan terancam kembali didominasi oleh oligarki. Jadi kami juga dalam konteks mencoba untuk menegakkan demokrasi energi,” kata Leonard.
Sebelumnya, Greenpeace Indonesia telah merilis melalui laman website atas pernyataan sikap terhadap penghadangan dan intimidasi dari sejumlah orang dari beberapa ormas yang mengaku perwakilan masyarakat Probolinggo.
Kemudian salah satu dari anggota yang terlibat dalam rombongan kampanye Chasing the Shadow dipaksa menandatangani surat pernyataan untuk tidak melanjutkan perjalanan kegiatan kampanye tersebut.
Bukan hanya itu saja, tim Chasing the Shadow mendapat perlakuan tidak mengenakan dari orang yang tidak dikenal mulai dari pengrusakan kendaraan dan penggembosan ban kendaraan milik tim tersebut.