Home Lingkungan Lewat Anak Usaha, Raksasa Pulp dan Kertas RGE Diduga Masih Terlibat Deforestasi Hutan Kalimantan

Lewat Anak Usaha, Raksasa Pulp dan Kertas RGE Diduga Masih Terlibat Deforestasi Hutan Kalimantan

Jakarta, Gatra.com - Raksasa Pulp dan Kertas dunia, Royal Golden Eagle Grup (RGE) diduga masih menerima rantai pasok dari aktivitas deforestasi. Dua anak perusahaan yakni APRIL dan Asia Symbol masih mendapat pasokan bahan baku pulp dan kertas berupa wood chip dari PT Balikpapan Chip Lestari (BCL) yang melakukan deforestasi.

Meskipun sebelumnya, pada Juni 2015 lalu RGE telah menyatakan komitmennya menghapus deforestasi dari rantai pasokannya. Namun, hasil laporan kolaborasi antara Greenpeace Indonesia, Auriga, Rainforest Action Network, dan Environmental Paper Network menemukan fakta bahwa RGE terus mendorong deforestasi melalui jaringan perusahaan di bawah kendalinya di Indonesia untuk memberikan keuntungan bagi penerima manfaat akhir yakni Sukanto Tanoto.

"Terdapat sembilan perusahaan kebun kayu (Hutan Tanaman Industri/HTI) sebavgai pemasok serpihan kayu (wood chip) antara 2021-2022 di bawah naungan PT BCL," ujar Senior Forest Campaigner Greenpeace Indonesia Syahrul Fitra dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (23/5).

Syahrul menyebut bahwa dari sembilan perusahaan yang terlibat terdapat tiga perusahaan dengan deforestasi terluas sejak 2016-2022. Adapun total luas wilayah deforestasi ketiga perusahaan tersebut mencapai 37.105 hektar.

Salah satu analisis terhadap deforestasi oleh PT Industrial Forest Plantation disebut Syahrul menjadi perusahaan dengan total deforestasi seluas 21.827 hektar sejak 2016.

"Perusahaan ini telah mendapat SK dari Menteri Kehutanan pada tahun 2009 dengan luas konsesi mencapai 101,8 ribu hektar," ungkap Syahrul.

Menurut laporan tersebut, Syahrul menjelaskan bahwa deforestasi oleh PT Industrial Forest Plantation menjadi yang terluas yang terjadi di tahun 2022, dengan luas sekitar 6.000 hektar.

"Ini termasuk deforestasi terluas hampir seluruh HTI dalam dua tahun terakhir," jelasnya.

Konsesi kedua yang melakukan deforestasi, kata Syahrul adalah PT Adindo Hutani Lestari dengan luas konsesi mencapai 181.837 hektar. Adapun luas deforestasi yang dilakukan anak perusahaan RGE ini sejak 2016 mencapai 10.627 hektar.

"Namun, APRIL menyangkal soal deforstasi tersebut pada tahun 2020, tapi sanggahan ini lucunya mungkin mereka melihat lokasi yang tidak ada deforestasinya karen memang dari analisis citra ini kayunya sudah ditebang di lokasi Adindo," tuturnya.

Selanjutnya, Syahrul menyebut bahwa PT Fajar Surya Swadaya di Kalimantan pernah disinggung juga oleh koalisi anti mafia hutan sebelumnya. Musababnya, mereka diduga kuat terhubung dengan deforestasi yang terjadi hingga 2021.

Setelah penelusuran melalui kapal pengangkut kayu bernama NOVA dengan kapasitas 4,7 juta kubik, Syahrul mengatakan bahwa kayu-kayu dari lahan deforestasi itu diangkut menuju Cina. Asia Symbol menjadi salah satu penerima pasokan kayu dari Indonesia tersebut.

Adapun Syahrul mengatakan tim penelitian di lapangan telah bersurat kepada Asia Symbol. Jawabannya pun, kata dia Asia Symbol hanya sekadar janji untuk segera melakukan penelusuran dan investigasi dari temuan tersebut.

"Mereka akan mengambil langkah jika ditemukan keterhubungan dengan deforestasi," ucapnya.

Bukti lain yang menguatkan bahwa rantai pasok RGE masih terlibat deforestasi yakni, adanya pemilik legal dari dua perusahaan pemegang saham BCL asal Malaysia yakni Great Mahakam Sdn Bhd dan BCL Industrial Sdn Bhd. Syahrul menuturkan bahwa pemegang saham dua perusahaan tersebut yaitu Taroko Investment Holding Limited yang berbasis di Pulau Cayman.

"Kami juga melihat adanya interaksi BCL dengan Royal Golden Eagle (RGE) yaitu melalui PT ITCI Hutani Manunggal yang tercatat pernah menjadi pemasok utama PT BCL pada 2016-2017. Kemudian pada 2022 menjadi pemasok terbesar keempat dengan pengiriman karang lebih dari 100 ribu meter kubik ke PT BCL. Pembeli utama PT BCL adalah Asia Symbol yang marupakan RGE," imbuh Syahrul.

1510