Home Politik Kontroversi Atas Pengesahan KUHP, Wamenkumham Malah Bilang Begini

Kontroversi Atas Pengesahan KUHP, Wamenkumham Malah Bilang Begini

Jakarta, Gatra.com - Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi Undang-Undang (UU), Selasa (6/12), masih kontroversi serta tuai penolakan dari berbagai pihak atas pasal-pasal tertentu.

Menyikapi hal ini, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej menilai, pengesahan RKUHP sebagai urgensi agar masyarakat mendapat kepastian hukum.

"Nunggu semua sepakat sampai dunia kiamat juga tidak akan sepakat. Perumusan KUHP dengan multietnis, multireligi, tidak mungkin memperoleh KUHP sempurna. Kalau harus memuaskan 270 juta masyarakat Indonesia, tidak akan jadi sampai dunia kiamat," ujarnya dalam konferensi pers yang digelar secara hybrid di Jakarta, Senin (12/12).

Eddy menyebut bahwa dengan adanya satu aturan baru yang menjadi acuan seluruh pihak, maka kepastian hukum akan didapatkan. Hal ini penting sebab sangat berpengaruh di masyarakat.

"Ini harus disahkan karena persoalan kepastian hukum yang tidak dipahami publik. KUHP lama sudah out of date, sudah 222 tahun, tidak mungkin update jadi memang harus disahkan karena urgensinya," terangnya.

Menurutnya, KUHP yang baru jauh lebih baik dibandingkan dengan KUHP warisan kolonial. Perubahan yang dilakukan mengikuti perkembangan zaman, serta adanya masukan yang dikumpulkan dari berbagai pihak maupun kelompok membuat KUHP lebih komprehensif.

"Kuantitasnya (ditolak) berapa sih dari 624 pasal? Tidak lebih dari 1 persen yang masih dianggap bermasalah. Memang kita membutuhkan dan harus disahkan demi kepentingan hukum dan keadilan," tegasnya.

Lanjutnya, proses perumusannya sudah dilakukan sesuai dengan pertimbangan berbagai pihak. Baginya, KUHP sudah disusun dengan cermat dan hati-hati. Selain itu, dalam proses perumusan juga mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan individu, negara, masyarakat, termasuk kondisi masyarakat yang multietnis, multiras, dan multiculture.

Pengesahan KUHP menandai hasil dari upaya pembaruan KUHP yang iinisasi sejak 1963, atau 59 tahun. Eddy menegaskan bahwa proses panjang ini pada akhirnya menghasilkan aturan yang menurutnya sudah disusun secara demokratis.

Seperti diketahui sebelumnya, pada rapat  tingkat I yang digelar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah pada Kamis (24/11) lalu, menyepakati bahwa RKUHP akan dibawa ke rapat paripurna tingkat II, Selasa (6/12). KUHP hasil revisi tedapat 37 Bab dan 627 pasal.

Adapun beberapa pasal kontroversial yang ditentang publik antara lain Pasal 218 terkait Penghinaan terhadap Presiden; Pasal 263 mengenai berita bohong; Pasal 349 hingga Pasal 350 mengenai penghinaan lembaga negara; serta Pasal 411 tentang perzinahan.

292