Home Hukum Empat Poin Penting Keterangan Ahli Pihak Sambo-PC di Sidang Kemarin

Empat Poin Penting Keterangan Ahli Pihak Sambo-PC di Sidang Kemarin

Jakarta, Gatra.com - Tim kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi telah menghadirkan seorang ahli untuk memberikan keterangan yang meringankan posisi klien mereka dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, pada persidangan Selasa (3/1) kemarin.

Dalam persidangan tersebut, pihak Sambo dan Putri mendatangkan seorang Guru Besar Universitas Hasanuddin yang memiliki kepakaran di bidang Hukum Pidana, Hukum Acara Pidana, dan Kriminologi, yakni Said Karim.

Ada sejumlah poin penting dalam keterangan Said pada persidangan kemarin. Empat di antaranya telah Gatra.com rangkum sebagai berikut:

1. Sebut Motif Penting untuk Dibuktikan

Ahli Hukum Pidana Said Karim mengatakan bahwa motif yang melatarbelakangi terjadinya suatu perkara pidana penting untuk dibuktikan dalam persidangan. Menurutnya, dengan adanya motif, pertimbangan majelis hakim cenderung akan berbeda, dibanding ketika majelis hakim harus memutuskan suatu perkara tanpa adanya latar belakang peristiwa.

"Saya menganggap, kenapa motif ini menjadi perlu, karena kalau motifnya itu karena didahului ada peristiwa, dan peristiwa itu membuat dia (terdakwa) marah besar, lalu kemudian [tindak pidana] itu terjadi, maka berbeda pertimbangan majelis hakim dengan yang murni pemubunuhan tanpa ada peristiwa yang mendahului," kata Said Karim, dalam persidangan Sambo dan Putri, Selasa (3/1).

2. Ungkap Analisis Bahwa Sambo Tak Tenang Jelang Peristiwa Penembakan

Said Karim mengatakan bahwa kondisi ketenangan Ferdy Sambo jelang peristiwa penembakan itu perlu dipertanyakan. Pasalnya, saat itu Sambo baru menerima kabar dari Putri Candrawathi yang mengklaim terjadinya pelecehan seksual di Magelang, Jawa Tengah.

"Dalam kasus ini, yang menjadi pertanyaan adalah, bahwa bagaimana mungkin Saudara Terdakwa Ferdy Sambo ini bisa berada dalam keadaan tenang, ketika dia mendapatkan pemberitahuan dari istrinya, bahwa istrinya baru saja mengalami tindakan pemerkosaan?" kata Said.

Oleh karena itu, Said berpendapat bahwa Sambo sudah tidak dalam kondisi tenang ketika kabar tersebut masuk ke telinganya. Namun demikian, ia tak dapat memastikan kondisi Sambo kala itu, sehingga ia pun mengatakan bahwa aspek psikologis Sambo saat peristiwa penembakan itu terjadi dapat mengacu pada penjelasan ahli di bidang psikologi forensik.

"Sejak [Sambo] mendapat pemberitahuan [pelecehan] tersebut, menurut pendapat saya sebagai ahli, dia sudah tidak dalam keadaan tenang, tetapi berkait tenang tidak tenang adalah aspek kejiwaan. Maka, itu adalah [seharusnya] dijelaskan oleh ahli psikologi forensik," tutur Said.

3. Berlandaskan KBBI, Ahli Sebut Kata "Hajar" Tak Sinonim dengan Tembak

Dalam persidangan Selasa (3/1) kemarin, Said Karim melontarkan jawaban atas pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait pemaknaan kata "hajar", apabila sebelumnya ada permintaan penembakan dan pengisian amunisi.

Said pun mengaku tertarik dengan kata "hajar" yang muncul dalam berkas perkara pembunuhan Brigadir J. Oleh karena itu, ia pun mencari tahu lewat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terkait apakah kata itu sinonim dengan kata bunuh maupun kata tembak.

"Tampaknya, dalam KBBI kita tidak menemukan jawaban itu. Jadi, pengertian hajar ini relatif dimaknai. Kita juga kadang-kadang kumpul dengan teman SMA, ada makanan, biasa kita bilang 'hajar', makanan pun kita suruh hajar," jelas Said Karim.

4. Nilai Tak Ada Unsur Berencana dalam Pembunuhan Brigadir J

Said Karim menilai tidak ada unsur berencana dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Hal itu ia utarakan, ketika menanggapi uraian kronologi peristiwa yang disampaikan oleh pihak Kuasa Hukum Ferdy Sambo terkait peristiwa jelang penembakan itu terjadi pada Jumat (8/7) silam.

Kuasa Hukum Sambo menerangkan, klien mereka mulanya berniat untuk mengklarifikasi pernyataan Putri Candrawathi terkait pelecehan seksual yang disebutnya terjadi di Magelang, Jawa Tengah, pada Jumat (8/7) malam.

Namun, menurut kuasa hukum, Sambo berubah pikiran saat ia melewati rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, saat akan bertolak ke kawasan Sawangan, Depok, untuk bermain badminton. Sambo akhirnya memutuskan untuk melakukan klarifikasi pada Brigadir J saat itu juga, hingga akhirnya terjadilah peristiwa penembakan itu.

"Saya tidak melihat adanya unsur berencana di situ, karena serta merta [Sambo] langsung berhenti, lalu kemudian hendak melakukan klarifikasi," ujar Said Karim, dalam persidangan yang sama.

Namun demikian, Said mengembalikan penilaian akan kecenderungan tersebut pada kewenangan masing-masing pihak yang terlibat dalam proses persidangan atas perkara pembunuhan Brigadir J.

Untuk diketahui, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi didakwakan atas pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Ajudan Ferdy Sambo itu dinyatakan tewas pascapenembakan yang terjadi di rumah dinas Sambo, di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat (8/7) sore silam.

Atas keterlibatan mereka dalam peristiwa itu, keduanya didakwa atas Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

339