Home Hukum Ini Tanggapan Ikadin soal Indeks Persepsi Korupsi Indonesia TII

Ini Tanggapan Ikadin soal Indeks Persepsi Korupsi Indonesia TII

Jakarta, Gatra.com – Ketua Umum (Ketum) DPP Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Adardam Achyar, merespons soal Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII).

Adardam dalam acara pelantikan pengurus DPC Ikadin Jakarta Barat (Jakbar) di Jakarta, Jumat malam (3/2), mengaku, sempat dihubungi sejumlah jurnalis soal pandangannya sebagai Ketum Ikadin atas Indeks Persepsi Korupsi tersebut.

Baca Juga: ICW: Kenaikan Indeks Persepsi Korupsi Angka Semu Akibat Deregulasi Ekonomi

“Saya menyampaikan, minta waktu untuk menjawabnya. Tetapi pada kesempatan yang sangat mulia ini, ingin saya sampaikan,” katanya.

Ia menyampaikan, kalau melihat catatan-catatan yang ada, skor Indonesia turun dari 38 pada tahun 2021 menjadi 34. Indeks persepsi korupsi Indonesia berada di rangking ketujuh di Asia Tenggara, di bawah Malaysia dan Timor Leste.

”Kalau kita lihat penjelasan Menkopolhukam Prof. Mahfud MD, bahwa turunnya skor kita ini disebabkan, ini saya minta maaf tapi saya bicara apa adanya. Pertama, karena kasus FS [Ferdy Sambo],” ujarnya.

Kedua, lanjut Adardam, selama tahun 2022 ada dua operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), baik yang di Surabaya ataupun di Jakarta. OTT tersebut terkait penegak hukum.

“Dari kedua peristiwa itu, selalu ada unsur advokat. Yang jadi pertanyaan saya, posisi apa yang akan diambil Ikadin dalam kaitannya dengan peristiwa-peristiwa cukup menyedihkan ini?” ucapnya.

Tentunya, kata Adardam, advokat tidak boleh berpura-pura tidak tahu. Bahwa di dalam profesi dunia advokat, ada rekan-rekan oknum advokat yang melakukan prilaku tidak terpuji. “Kita tidak boleh lagi seperti memejamkan mata,” ujarnya.

Menurut Adardam, perilaku yang tidak terpuji dalam penegakan hukum, yakni peristiwa suap-menyuap tersebut, tentunya tidak hanya terkait advokat sebagai unsur penegak hukum. Namun demikian, Ikadin tidak perlu menunjuk atau menyebut institusi penegak hukum di luar Ikadin.

“Ikadin tidak perlu menunjuk lembaga lain, kita tidak mempersalahkan lembaga lain, kita perlu membenahi diri kita,” katanya.

Atas dasa itu, Adardam meminta seluruh advokat Ikadin memperbaiki perilaku dalam menjalankan profesi advokat yang sangat mulia. Selain itu, advokat juga jangan mencari kemenangan dalam menangani suatu perkara.

“Profesi penegak hukum kita bukanlah sebagai petarung hukum, tetapi tugas dan tanggung jawab profesi advokat adalah menggali dan menegakkan hukum, kebenaran, dan keadilan,” ucapnya.

Selama ini, lanjut dia, advokat telah terjebak pada paradigma hanya mengejar kemenangan dalam menangani suatu perkara. “Sebetulnya tidak pas memakai istilah kalah atau menang, karena pihak lawan, ataupun jaksa, hakim sama tugasnya menggali dan mencari kebenaran dan keadilan. Jadi kalau ada satu keputusan, itulah keadilan, itulah keadilan hukum untuk semuanya,” kata dia.

Ia mencontohkan penanganan perkara kopi sianida terdakwa Jessica Kumala Wongso yang dilakukan oleh advokat Otto Hasibuan yang menurutnya sangat fenomenal dalam melakukan pembelaan hukum, karena masyarakat menilai ferforma kinerja seorang advokat ketika melakukan pembelaan.0

“Bagaimana kompetensinya, profesinalismenya, etikanya, tata kramanya. Putusan, bukan urusan, itulah urusan majelis hakim, silakan ambil keputusan sesuai kewenangannya, bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME),” ucapnya. 

Baca JugaIndeks Persepsi Korupsi Turun Juga Berdampak Turunnya Investasi

“Saya ingin Ikadin menjadi advokat yang terdepan untuk berbuat untuk bangsa ini, bagaimana hukum itu tegak, benar, keadilan itu bisa dinikmati dan didapat oleh orang yang berhak,” ujarnya.

Ia kembali menegaskan, perilaku menyimpang dalam penegakan hukum, apalagi suap-menyuap, itu akan menggeliminir atau menjauhkan keadilan dari penegakan hukum. Ikadin ingin menjadi yang terdepan untuk bisa menegakkan hukum yang bersih, penuh integritas, dan penuh kejujuran,” katanya.

Ia mengungkapkan, di sejumlah negara maju, pencapaian keadilan ini adalah salah satu indikator untuk mengukur kesejahteraan suatu bangsa. Jadi jangan harap ?Indonesia akan sejahtera kalau penegakan hukumnya tidak bertitik tolak pada keadilan,” ujarnya.

78