Home Hukum PTUN Bekukan SK Menkum HAM dalam Sengketa Kepengurusan Peradi, Otto: SK Harus Dicabut

PTUN Bekukan SK Menkum HAM dalam Sengketa Kepengurusan Peradi, Otto: SK Harus Dicabut

Jakarta, Gatra.com – Ketua Umum (Ketum) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Otto Hasibuan, mengatakan, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) untuk mencabut Surat Keputusan (SK) pengesahan Kepengurusan Peradi kubu Luhut M.P. Pangaribuan. 

Otto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin petang (13/3), menyampaikan, hal itu sebagaimana amar putusan pokok perkara Nomor: 251/G/2022/PTUN.Jkt yang dibacakan majelis hakim pada 9 Maret 2023.

Otto mengungkapkan, dalam amar putusan tersebut, majelis hakim yang diketuai Sudarsono dengan anggota Indah Mayasari dan Akhdiat Sastrodinata menyatakan, membatalkan kedua SK Menkum HAM, yakni Nomor: AHU-0000859.AH.01.08 Tahun 2022 tentang Persetujuan Perubahan Perkumpulan Peradi dan No. AHU-0000883.AH.01.08 Tahun 2022 tentang Persetujuan Perubahan Perkumpulan Peradi.

Baca Juga: Lantik Pengurus DPC Peradi Jaktim, Otto Gelorakan Single Bar      

Kemudian, lanjut Otto, PTUN Jakarta juga mewajibkan tergugat Menkum HAM untuk mencabut kedua SK tersebut. Bahkan sebelum putusan ini dibacakan, majelis hakim juga telah mengeluarkan penetapan penundaan kedua SK tersebut. 

“Penetapan penundaan yang membekukan ‎pelaksanaan kedua SK tersebut terhitung sejak tanggal 9 Maret 2023,” katanya.

‎Menurut Otto, majelis hakim mengabulkan permohonan yang diajukan pihaknya terhadap Menkum HAM selaku tergugat I, kepengurusan Luhut M.P. Pangaribuan sebagai tergugat II, dan kepengurusan Juniver Girsang yang masuk sebagai penggugat intervensi.

Dalam persidangan ini, Tim Peradi ‎Otto Hasibuan mengajukan 52 bukti tertulis, dua saksi notaris, dan dua saksi ahli, yakni Nindyo Pramono selaku Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Yusril Ihza Mahendra selaku Guru Besar Universitas Indonesia (UI) dan pernah menjabat Menkum HAM serta menggagas Sistem Administrasi Bantuan Hukum (SABH) yang kini digunakan di Kemenkum HAM.‎ 

“Harapan saya Menkumham bisa melaksanakannya,” ucapnya. Selain itu, semua pihak di luar Peradi yang menggunakan embel-embel Peradi agar secara sukarela untuk melepasnya.‎ “Kalau kita tidak berhak, ya sudah jangan pakai, masa harus perkara-perkara terus, kan capek ya kan,” Otto beseloroh.

Ia menyampaikan, putusan PTUN Jakarta ini sangat penting dan menjawab pertanyaan advokat di luar Peradi serta para calon advokat dan mahasiswa yang selama ini bingung ke mana mereka harus mendaftar jika ingin menjadi advokat.

“Kami serahkan kepada calon-calon advokat, para mahasiswa untuk mempertimbangkan dirinya sendiri, supaya hati-hati di dalam menyikapi organisasi advokat ini,” kata dia.

Peradi Otto melayangkan gugatan ke PTUN Jakarta setelah pihak Kemenkuh HAM menolak pendaftaran kepengurusan pihaknya pada SABH setelah ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan Peradi pihaknya yang sah.

Pendaftaran itu ditolak karena ternyata telah didaftarkan kepengurusan Luhut M.P. Pangaribuan beberapa waktu sebelumnya. Koordinator Tim Kuasa Hukum Peradi Otto Hasibuan, Rivai Kusumanegara, mengatakan, pihaknya mengajukan gugatan demi kepastian hukum karena sengketa kepengurusan Peradi sudah diputus MA. 

“Sesuai asas re judicata, maka suka atau tidak, putusan yang dikeluarkan pengadilan wajib dihormati terlebih dalam negara hukum. Semua putusan ataupun tindakan yang bertentangan dengan putusan MA tersebut dinyatakan tidak sah,” ujarnya.

Ketua Harian Peradi, ‎R. Dwiyanto Prihartono, menyampaikan, perlu ada perbaikan fundamental pada SABH Kemenkum HAM agar kejadian seperti yang menimpa Peradi tidak terulang lagi.

Baca Juga: Otto: Rakernas Peradi Bahas Persoalan Penting, Single Bar hingga Putusan MK

“Pihak Kemenkum HAM tidak cermat dalam melakukan penelitian substansi terhadap semua dokumen yang di-submit ke sistem itu yang isinya persetujuan perubahan suatu perkumpulan, termasuk Peradi,” ujarnya. 

‎Anggota Tim Kuasa Hukum Peradi, Saprianto Refa, menambahkan, selain asas kecermatan, ada juga pengharapan yang wajar. Menkopolhukam dan Menkum HAM sebelumnya sudah memfasilitasi dan mendorong bersatunya tiga kubu.

“Faktanya itu dilanggar, tidak didorong bersatu, tapi malah diterbitkan SK terhadap pengurusan Luhut Pangaribuan sehingga merugikan pihak lain,” ucap dia. Gatra.com masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait.

1057